Bekerja Sebagai TKI Jadi Isu tertinggi Perceraian Di Lamongan, Kok Bisa ?

moch akbar fitrianto

Bekerja Sebagai TKI Jadi Isu tertinggi Perceraian Di Lamongan, Kok Bisa ?
Bagikan

Berita Lamongan – Bekerja sebagai TKI atau Tenaga Kerja Indonesia mewajiibkan diri kita untuk berpisah dengan orang yang kita sayangi. Berpisah jarak jauh dan dalam waktu yang cukup lama.

Banyak alasan warga Lamongan menjadi TKI salah satunya adalah penghasilan lebih besar atau hanya mencari pengalaman kerja.

Seseorang yang menjadi TKI di luar negeri pada perinsipnya harus mendapatkan ijin dari wali/pasangannya, tetapi hal ini yang seringkali tidak dipenuhi dengan baik semisal dipalsukan atau dengan paksaan.

Ijin merupakan dasar utama untuk keberlajutan hubungan dengan pasangannya di masa yang akan datang, tetapi juga tidak menjamin ketika ijin terpenuhi dengan baik hubungan dengan pasangan menjadi baik selama menjadi TKI karena seorang TKI atau pasangan yang di tinggalkan pasti banyak godaannya. TKI mentangani kontrak dengan biro pengiriman dan atau dengan majikan yang ada di luar negeri, yang isi kontrak kerjanya memiliki kurun waktu yang cukup panjang yaitu minimal 1 (satu) tahun. Apalagi disaat pandemic Covid-19 saat ini, yang mana jumlah kurun waktunya bisa lebih panjang dan lama.

Akumulasi total jumlah TKI yang cukup besar dari Kabupaten Lamongan memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif adalah negara diuntungkan dengan banyaknya devisa yang di sumbang oleh TKI kepada negara, tetapi disisi lain TKI juga mendapatkan permasalahan yang komleks baik di dalam keluarga yang di tinggal maupun di negara tujuan TKI.

Permasalahan yang dialami TKI mengakibatkan cukup menonjolnya perceraian di Kabupaten Lamongan, yang dalam hal ini dapat dilihat dari tingginya pengajuan gugatan cerai/talak melului Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Kabupaten Lamongan untuk yang non muslim.

Masalah perceraian menjadi masalah yang serius dalam sebuah rumah tangga, ini tidak boleh diremehkan. Dampak dari perceraian bukan hanya melibatkan kedua belah pihak, suami dan istri, tetapi juga anak-anak dan keluarga.

Proses pereraian yang diterima Pengadilan Agama Lamongan diajukan tidak hanya oleh TKI tetapi juga oleh suami atau istri TKI sehingga permasalahan tidak hanya dialami oleh TKI tetapi juga oleh pasangan TKI. Yang jika di analisa sebenarnya sumber permasalahannya sama, baik dari pihak TKI maupun pasangan TKI.

Baca Juga  Ketua DPRD Lamongan 2014-2018, Kaharudin, Dipanggil KPK, Ada Apa ?

Hasil wawancaran dengan Ketuan Posbakum PA Lamongan yaitu Bapak Agus dan juga dengan Panitera Muda Bapak Mazir, beliau berkata bahwa pelaku perceraian atau pasangannya bercerai dengan alasan yang cukup banyak diantaranya yaitu tingkat ekonomi tak kunjung membaik, komunikasi pasif, perbedaan, tidak saling setia/ perselingkuhan, masalah nafkah batin, saling curiga.

Solusi Dari Pengadilan Negeri Agama Lamongan

Setiap keluarga pasti tidak ingin jalinan rumah tangga yang dengan susah payah dibangun berakhir dengan perceraian. Banyak faktor yang dijadikan alasan dari sebuah perceraian. Karenanya, meminimalisir faktor penyebabnya merupakan salah satu hal yang harus dilakukan oleh setiap pasangan suami istri.

Secara umum upaya meminimalisir perceraian pada para TKI adalah pertama mencegah TKI ke luar negeri yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional sehingga muncul unit-unit usaha ataupun perusahaan yang mampu menampung tenaga kerja besar, sehingga para tenaga kerja telah tertampung di negeri sendiri tanpa harus jadi TKI keluar negeri.

Yang kedua memperikan ketrampilan untuk membuka lapangan usaha sendiri tanpa menggantungkan adanya lowongan pekerjaan, bahkan atas lapangan usahanya sendiri mampu menampung para pencari kerja.

Yang ketiga kematangan biologis dan psikologis calon mempelai harus terpenuhi karena salah satu prinsip yang dianut oleh Undang-Undang Perkawinan, karena perkawinan mempunyai tujuan yang sangat luhur yaitu untuk membentuk keluarga sakinah dan juga untuk mendapatkan keturunan (Rahmat Hakim, 2000, hlm. 144).

Secara teknis upaya meminimalisir perceraian dilakukan dengan menggunakan jalur litigasi dan non litigasi. Jalur litigasi adalah menggunakan instrumen-instrumen hukum untuk menyelesaikan suatu permasalahan perceraian, sedangkan upaya non litigasi adalah penyelesaian permasalahan perceraian melalui instrumen-instrumen diluar hukum.

Litigasi
Upaya litigasi telah dilakukan oleh pemerintah dengan mengundangkan peraturan-peraturan berkenaan dengan perkawinan seperti UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No 9 tahun 1975 tentang Pelaksana UU no 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang didalamnya terdapat pasal yang dapat di tafsirkan mempersulit untuk perceraian. Pasal 39 Ayat 2 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri. Berkenaan dengan cukup alasan ini tidak serta merta orang yang mengajukan gugatan perceraian akan dikabulkan. Cukup alasan ini harus mengajukan alat bukti sehingga hakim memiliki keyakinan sebelum memutus dalam Pasal 164 HIR/ Pasal 284 RBg/ Pasal 1866 BW alat bukti dapat berupa surat, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Alat bukti tersebut harus memiliki kesesuaian dengan permasalahan yang di gugatkan.

Baca Juga  Berlagak Jagoan, 7 Pendekar Silat Ini Salah Hadang Orang, Yang Ternyata Anggota Polisi

Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, setiap perkara perdata termasuk perceraian harus terlebih dahulu dimediasikan agar para pihak dapat bersatu kembali dengan mencabut guggatannya, upaya mediasi ini dapat dilakukan maksimal 40 hari, jika tidak menemui solusi kemudian dilanjutkan di sidang pengadilan. Kendala upaya mediasi terhadap TKI adalah pihak TKI tidak dapat menghadiri mediasi dikarenakan masih berada diluar negeri. Untuk kedepan seharusnya upaya mediasi ini harus di maksimalkan dengan mewajibkan para pihak prinsipal harus hadir, kalau tidak hadir gugatan ditolak. Dalam sidang pengadilan hukum acara perdata baik di pengadilan agama maupun pengadilan negeri memberi peluang untuk para pihak saling menjawab dan mengajukan alat bukti sehingga ketika salah satu pihak tidak menyetujui atau keberatan atas gugatan perceraian harus berusaha menyakinkan hakim dengan alat bukti agar perkawinannya tetap dipertahankan.
Alur hukum acara di Pengadilan Agama Lamongan secara umum adalah sebagai berikut:
1) Dimulai dengan pendaftaran gugatan kemudian dimediasi oleh mediator, jika mediasi tidak mendapat titik temu,
2) Dilanjutkan dalam sidang di muka hakim pembacaan gugatan oleh penggugat
3) Kemudian di jawab oleh terguggat
4) Dilanjutkan jawaban dari pengguggat kembali yang bisa disebut replik
5) Kemudian di jawab lagi oleh terguggat dengan istilah duplik
6) Dilanjutkan dengan pembuktian yang diawali dilakukan oleh penggugat
7) kemudian disusul pembuktian oleh terguggat
8) Setelah itu kedua belah pihak membuat kesimpulan yang diberikan kepada masjelis hakim, yang akhirnya diputus oleh majelis hakim.

Baca juga :

Baca Juga  Gempa Tuban, Menyisakan Kengerian Bagi Warga Lamongan

Non Litigasi


Upaya non litigasi untuk meminimalisir perceraian dapat dilakukan dengan banyak cara mulai dari tahap sebelum melakukan perkawinan dan saat perkawinan. Perlu disadari persiapan dan kesiapan perkawinan banyak mempengaruhi keberlangsungan rumah tangga dari pasangan suami istri. Persiapan dan kesiapan seseorang melanjutkan jenjang perkawinan dapat dipengaruhi dari tingkat kedewasaan dan biologis dari seorang. Secara biologis adalah kecukupan umur dari pasangan calon suami istri. Dimana menurut UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Bab 2 Pasal 7 ayat 1 batas minimal perkawinan untuk laki-laki 19 tahun dan untuk wanita 16 tahun, sehingga secara biologis tubuh dari calon pasangan suami istri telah siap.

Dan untuk kedewasaan, calon pasangan suami istri telah mendapatkan pendidikan yang wajar minimal dari keluarga. Didikan ini dapat diperoleh secara langsung dan tidak langsung, secara tidak langsung didapat dengan memberikan contoh cara berkomunikasi dan pemenuhan tanggungjawab dari masing-masaing fungsi yang ada dalam keluarga, sehingga sangat dimungkinkan anak dari keluarga yang bahagia mampu menerapkan cara-cara yang ada dalam keluarganya untuk keluarganya sendiri di masa yang akan datang, sedang anak yang dari keluarga broken atau telah terjadi perceraian memiliki potensi perceraian yang lebih besar dibanding dari keluarga yang tidak bercerai. Kedewasaan yang diperoleh secara langsung dapat diterima dengan cara memberikan nasehat-nasehat tentang keluarga kepada para calon suami istri, yang hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja diantaranya orang tua, saudara dan Kantor Urusan Agama (KUA) atau Catatan Sipil tempat dimana calon suami istri bertempat.
Pemahaman tentang sebelum membentuk keluarga yang perlu diberikan kepada calon suami istri adalah :
a) Tanamkan pada diri dan keluarga bahwa perkawinan adalah komitmen yang serius dan tidak bisa dianggap enteng.
b) Pastikan bahwa pasangan tahu bahwa mereka adalah prioritas utama dalam hidup.
c) Menjaga Komunikasi antar pasangan. Keterbukaan dalam segala hal membantu dalam menghindari permasalahan dalam keluarga.
d) Kesampingkan ego pribadi, Jangan merasa diri selalu benar dan selalu menyudutkan pasangan.

(dikutip dari Jurnalpost.com)

Bagikan

Also Read