Jika Sistem Pemilu Diubah, 300 Ribu Caleg Bakal Minta Ganti Rugi ke MK , Kabar Indonesia

Sukisno

Jika Sistem Pemilu Diubah, 300 Ribu Caleg Bakal Minta Ganti Rugi ke MK , Kabar Indonesia
Bagikan

Rakyatnesia – Jika Sistem Pemilu Diubah, 300 Ribu Caleg Bakal Minta Ganti Rugi ke MK Pencarian seputar Berita Nasional di dunia maya kian banyak dijalankan masyarakat Indonesia, meski hakekatnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

Pada Tulisan Jika Sistem Pemilu Diubah, 300 Ribu Caleg Bakal Minta Ganti Rugi ke MK ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget mengamati atau membacanya. Jika anda senang dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

Rakyatnesia.com – Partai politik pendukung sistem pemilu proporsional terbuka bereaksi dengan isu dugaan bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi sistem proporsional tertutup. Jika uji materi tersebut benar dikabulkan, para calon anggota legislatif (caleg) akan dirugikan. Karena itu, mereka akan melakukan protes, bahkan meminta ganti rugi kepada MK.

Kemarin (30/5) delapan fraksi di DPR RI dari parpol pendukung sistem proporsional terbuka memberikan pernyataan menyikapi putusan MK terkait sistem pemilu. Hadir dalam acara itu Ketua Fraksi Golkar Kahar Muzakir, Ketua Fraksi Partai Nasdem Roberth Rouw, Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, dan Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay. Lalu, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, Sekretaris Fraksi PKB Fathan Subchi, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman, dan Wakil Ketua Umum DPP PPP Amir Uskara.

Kahar Muzakir mengatakan, saat ini proses pemilu sudah berjalan. Partai politik juga sudah menyampaikan daftar calon sementara (DCS) kepada KPU. ”Setiap partai memiliki caleg dari DPRD sampai DPR RI kurang lebih 20 ribu orang,” terangnya. Jika ada 15 partai, maka ada 300 ribu caleg.

Jika sistem pemilu diubah menjadi tertutup, kata dia, para caleg akan kehilangan hak konstitusionalnya karena masyarakat akan memilih partai politik. Para caleg akan melakukan protes dan meminta ganti rugi. Sebab, mereka sudah mengeluarkan biaya dalam mengurus pendaftaran sebagai caleg.

”Bayangkan 300 ribu orang itu minta ganti rugi dan berbondong-bondong datang ke MK. Agak gawat juga MK itu,” ungkap politikus senior Golkar itu. ”Jadi, kalau ada yang coba mengubah-ubah sistem itu, maka orang yang mendaftar sebanyak itu akan memprotes,” bebernya.

Baca Juga: Istri Bupati Garut Minta Maaf Sawer Uang saat Daftar Bakal Caleg

Roberth Rouw meminta MK tidak membuat gaduh politik dengan memutuskan sistem pemilu yang berbeda. Menurut dia, partai politik sudah menjalani persiapan tahun pemilu selama setahun. Tinggal beberapa bulan lagi pemilu akan digelar. Para caleg dari tingkat kabupaten/kota hingga pusat juga akan bereaksi. ”Jadi, sekali lagi kami mohon agar sebagai pimpinan tertinggi, kepala negara ikut juga untuk memberikan dukungan agar MK tidak bermain-main,” ungkapnya.

Jika sistem kembali ke proporsional tertutup, menurut Saleh Daulay, pesta demokrasi tidak bisa berjalan dengan seru. Sebab, masyarakat tidak mengetahui siapa yang mereka pilih. Berbeda dengan sistem terbuka, semua orang bisa menonton.

Pada 2008, MK pernah memutuskan dari sistem tertutup menjadi terbuka. Saleh menegaskan bahwa putusan MK itu final dan mengikat. Jadi, aneh kalau kemudian diputuskan kembali ke tertutup. ”Maka PAN sungguh-sungguh minta pemilu yang akan datang proporsional terbuka,” jelasnya.

Senada, Ibas menyatakan bahwa Partai Demokrat tetap konsisten dengan sistem proporsional terbuka. Sebab, sistem terbuka adalah sistem terbaik. Partai politik juga sudah mengikuti tahapan-tahapan pemilu. Mereka siap menghadapi pilpres dan pileg yang digelar pada 14 Februari 2024.

Partai Demokrat bersama tujuh partai di parlemen mengingatkan kepada hakim-hakim MK agar memutuskan yang terbaik untuk bangsa. ”Yang bisa mengganti (sistem pemilu) seperti yang diamanatkan UU adalah parlemen dan pemerintah,” tegas putra Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

Apabila MK mengeluarkan putusan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup, itu akan menimbulkan kegaduhan dan berimplikasi pada proses teknis lapangan. ”Dan juga teknis persiapan-persiapan pemilu yang akan menyulitkan parpol,” paparnya.

Sementara itu, Denny Indrayana menegaskan bahwa dirinya tidak membocorkan putusan MK. Alasannya, memang belum ada putusan yang dikeluarkan lembaga tersebut. ”Saya menggunakan istilah mendapatkan informasi, bukan mendapatkan bocoran. Saya memakai istilah MK akan memutuskan, memang belum ada keputusan,” ucapnya.

Dia menyatakan, informasi terkait putusan MK itu bukan bersumber dari MK, sehingga bukan pembocoran rahasia negara. ”Kalau bocornya dari MK, maka ada pembocoran rahasia negara. Tetapi, karena informan saya bukan dari MK, maka tidak ada pembocoran rahasia negara,” tegasnya.

Dikutip dari Jawa Pos

Bagikan

Also Read

Tags