Nasional

Putusan MK Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun Dianggap Multitafsir , Kabar Indonesia

Rakyatnesia – Putusan MK Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun Dianggap Multitafsir Pencarian seputar Berita Nasional di dunia online kian banyak dijalankan masyarakat Indonesia, meski hakekatnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

obat joni kuat

Pada Tulisan Putusan MK Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun Dianggap Multitafsir ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian cara penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda suka dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

Rakyatnesia.com – Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor Nomor 112/PUU-XX/2022 terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK yang dari semula 4 tahun menjadi 5 tahun. Menurutnya, keputusan tersebut sangat problematis serta multitafsir.

 

Fahri berpendapat, sangat sulit untuk membangun korelasi sebagai justifikasi dari putusan MK terhadap keberlangsungan serta keabsahan pimpinan KPK saat ini. Sebab dalam putusan itu sendiri sama sekali tidak memberikan jalan keluar sebagai konsekuensi diterimanya permohonan ini. 

 

 

“Satu satunya pertimbangan konstitusional yang MK buat adalah berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana terdapat dalam halaman 117 putusan MK itu,” kata Fachri kepada wartawan, Sabtu (27/5).

 

Dia mengatakan, penjelasan MK ini, hakikatnya bukan merupakan pijakan konstitusional yang diberikan MK kepada pimpinan KPK saat ini sebagai sebuah pranata serta transfer kewenabgan transisi sampai dengan bulan Desember 2024.

 

 

Secara yuridis ketentuan Pasal 47 UU MK mengatur bahwa putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Artinya secara teoritik putusan MK bersifat prospektif ke depan (forward looking), dan tidak retroaktif ke belakang (backward looking).

 

“Itu adalah prinsip dasar, sehingga dengan demikian presiden sebagai kepala negara akan diperhadapkan dengan suatu kondisi yang sangat problematis sehingga membutuhkan suatu kehati hatian yang tinggi,” jelasnya.

 

 

Fahri berpendapat, putusan MK itu sendiri tidak membuat kanal konstitusional, setidak-tidaknya terurai dalam bagian ratio decidendi atau pada bagian amar putusan itu sendiri. Untuk menampung keadaan khusus mengenai kaidah peralihan, yang memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru. 

 

“Standar ganda MK dalam memandang serta bersikap terkait open legal policy patut dipertanyakan, sebab dalam pertimbangan hukum, MK mengatakan bahwa meskipun pengaturan mengenai masa jabatan pimpinan KPK merupakan kebijakan hukum dari pembentuk undang-undang, akan tetapi prinsip kebijakan hukum dapat dikesampingkan apabila bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan menimbulkan ketidakadilan,” tandasnya.

 

 

Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan uji materi judicial review (JR) terkait masa jabatan Pimpinan KPK dari empat tahun, menjadi lima tahun dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Permohonan uji materi terkait masa jabatan Pimpinan KPK itu diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

 

“Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/5).

 

 

“Menyatakan Pasal 34 UU KPK yang semula berbunyi ‘Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pimpinan KPK memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan,” sambungnya.

 

 

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan pimpinan atau anggota lembaga lainnya dinilai telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, dan diskriminatif.

 

MK juga menilai, jika masa jabatan pimpinan KPK hanya empat tahun, maka DPR mempunyai kewenangan untuk memilih pimpinan KPK sebanyak dua kali. Hal ini dikhawatirkan akan memengaruhi independensi KPK.

Dikutip dari Jawa Pos

Sukisno

Jurnalis Utama Rakyatnesia.com Dan Sudah di dunia jurnalistik selama lebih dari 30 tahun. Tulisan berita bojonegoro umum, Review, dan profil sudah bukan hal asing lagi, Lugas dengan Fakta.

Related Articles

Back to top button