Desa Bakulan, Tetap Lestarikan Tradisi Selamatan Sedekah Bumi dan Budaya Tayub Bojonegoro

Sukisno

Bagikan

Suasana pagi, di wilayah kabupaten Bojonegoro selatan, udaranya cukup sejuk dan terasa nyaman. Perjalanan menuju wilayah Kecamatan Temayang, lambat laun kondisi mulai terasa hangat, seiring dengan munculnya sang mentari dari ufuk timur.

Sebuah perjalanan dari Kota Ledre menyusuri jalan aspal, akhinya sampai juga di Pertigaan Judeg yang merupakan pertigaan di wilayah Temayang. Jika Judeg ke kiri makan arahnya akan menuju ke Ibukota Kecamatan (IKK) Temayang dan jika ke kiri atau ke arah barat maka akan sampai di Desa Bakulan, Kecamatan Temayang, jika dilanjut akan sampai ke wilayah Kecamatan Bubulan dan sekitarnya.

Namun, jika berjalan ke arah kiri atau ke arah barat sekitar setengah kilo meter kemudian belok kiri lagi, maka sampailah kita di Desa Bakulan, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro, Jatim. Saat memasuki desa itu, keramaian sudah sangat terasa termasuk lalu lalang kendaraan bermotor dan juga pengayuh sepeda onthel dan para pejalan kaki.

Suasana hangat di sebuah desa yang berjarak 3 kilo meter dari Kota Kecamatan Temayang itu, Disebabkan adanya acara sedekah bumi atau yang biasa disebut bersih desa. Kegiatan yang sering disebut juga Nyadran itu, yang digelar setiap hari Rabu Kliwon pada ssetiap tahun, usai panen padi. Hanya saja, untuk tahun ini, acaranya bertepatan dengan tanggal 25 Mei 2016.

Warga desa setempat, baik tua, muda dan anak-anak berbondong-bondong menuju digelarnya selamatan sedekah bumi yang dilaksanakan di tempat keramat yang biasa disebut Krapyak itu.

“Menurut cerita nenek moyang warga Desa Bakulan, Krapyak merupakan tempat keramat, dimana tempat itu dulu merupakan petilasan Mbah Sadimin yang merupakan cikal bakal warga Bakulan. Konon, Mbah Sadimin telah “muksa” di tempat itu, sehingga lahan itu hingga sekarang dijadikan untuk acara sedekah bumi,” kata seorang tokoh masyarakat desa setempat, Supratman (53).

Ketika siang datang, kegiatan manganan itu, dilanjutkan di halaman rumah seorang Kepala Desa Bakulan Syafari,S.Pd. Kepala desa yang sebelumnya menjabat guru itu, di rumahnya ditempati pagelaran Tayub Bojonegoro. Sebuah kesenian asli Bojonegoro, yang digelar sehari semalam alias semalam suntuk.

Tiga Waranggana dengan lemah gemulai menari dan bernyanyi dalam gelaran acara itu. Ada Nyi Mujiati dari Desa Jono, Temayang, Nyi Narsih dan Tutik yang berasal dari Ngasem, dengan Pramugari ki Joko. Meriahnya acara, diiringi Kerawitan Wahyu Taruno Budoyo pimpinan Ki Irikimo, dari Jono, Temayang, Bojonegoro.

Warga desa kembali berkumpul di halaman rumah sang kades, untuk mengikuti gelar Tayub Bojonegoro. Mereka duduk dengan rapi, dibagi dalam kelompok-kelompok meja. Hal itu, untuk memudahkan kebersamaan masing-masing kelompok untuk mengikuti beksan (istilah nari, di tayub) tayub.

“Kami mengikuti adat-istiadat warga di Desa Bakulan, yang sudah memelihara tradisi itu sepanjang masa. Sehingga kami mendukung keputusan warga yang menghendaki untuk terus melestarikan budaya sedekah bumi dengan tumpengan dan nanggap Tayub. Sebagai bukti dukungan, kami menganggarkan dana sedekah bumi melalui APDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) pada setiap tahunnya,” ujar Syafari.

Sebelum kegiatan Selamatan dan tayuban yang digelar Rabu Kliwon, pada hari Selasa Wage (24/5/2016), diadakan tahlil berjamaah yang dilaksanakan di halaman Kades Bakulan. Sedangkan, untuk rangkaian acara sedekah bumi diakhiri dengan Pengajian umum yang bakal digelar di halaman Balai desa setempat, Kamis Legi (26/5/2016) pukul 19.00 hingga selesai, dengan menghadirkan penceramah Habib Mustofa dari Bumi Wali Tuban, Jawa Timur. **(Kis/Eko P).

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar