Terus Bergejolak, Ada Apa dengan Merapi?

Sukisno

Bagikan

SLEMAN (RAKYAT INDEPENDEN)- Erupsi susulan terjadi pada Selasa (22/5/2018) pukul 01.47 WIB, di mana tinggi kolom asap mencapai 3500 meter, condong ke arah barat, dengan durasi 3 menit.

Senin (21/5/2018) telah terjadi tiga kali letusan freatik, dan peningkatan status dari normal ke waspada per pukul 23.00 WIB.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan Gunung Merapi?

Kepala Seksi Gunung Merapi, Agus Budi Santoso menyampaikan secara teknis apa yang sedang terjadi di dalam Gunung Merapi, melalui siaran langsung di Twitter resmi @BPPTKG, Senin (21/5/2018) sekitar pukul 23.25 WIB.

Data seismik yang tampak di layar pantau BPPTKG, menunjukkan adanya aktivitas gempa vulkanik.

Menurut Budi, gempa vulkanik yang terjadi di Gunung Merapi kemungkinan karena adanya tekanan yang cukup tinggi, setelah letusan freatik.

“Karena melebihi dari tekanan litostatik batuan, jadi batuannya patah. Kemudian terjadi getaran, semacam gempa tektonik. Namun karena terjadi di gunung api, maka disebut volcano tectonic,” jelasnya.

Setelah gempa vulkanik terjadi Senin (21/5/2018), lalu diikuti gempa tremor.
Gempa ini terkait dengan dinamika fluida yang ada di dalam, artinya ada dinamika yang meningkat dari biasanya, sebelum letusan freatik terakhir.

Apa penyebab peningkatan tekanan di Gunung Merapi?

“Peningkatan tekanan ini bisa karena adanya suplai magma yang semakin menekan, mungkin bukan magma yang sampai ke permukaan, tapi fase gasnya yang lebih dulu ke permukaan,” ungkap Budi di depan awak media.

Budi membenarkan kemungkinan adanya pergerakan magma di dalam Gunung Merapi, namun pihaknya belum bisa memastikan di mana posisi magma saat ini.

“Yang terekam dalam tremor ini adalah adanya pergerakan fluida, yang bisa berupa gas ataupun magma,” katanya.
Sebelum nantinya terjadi letusan magmatik, Budi menjelaskan biasanya akan ada tanda-tanda yang ditunjukkan dari aktivitas Merapi, layaknya letusan magmatik yang pernah terjadi tahun 2001, 2006, dan 2010.

“Biasanya saat letusan, atau sebelum munculnya kubah lava, selalu diikuti oleh peningkatan aktivitas kegempaan maupun deformasi,” jelasnya.

Apakah letusan freatik adalah pemicu letusan magmatik yang diperkirakan akan terjadi?
Budi menyampaikan, letusan freatik yang terjadi pada Jumat (11/5/2018) dan Senin (21/5/2018) bukan pemicu, namun justru tanda-tanda.

Berkaca pada letusan sebelum tahun 2010, yaitu tahun 1872 dan 1930, letusan freatik terjadi sebelum fase magmatik.

Fenomena freatik ini juga dianggap sebagai ‘vent clearing’ atau pembersihan sumbat lava, agar magma bisa keluar.

Jadi, secara sederhananya, magma di dalam Gunung Merapi sedang ‘membuat jalan’ untuk bisa keluar.

“Karena ada massa yang baru, gas maupun magma, dia butuh jalan,” ungkap Budi.

Hal ini cukup normal karena Gunung Merapi merupakan gunung api aktif.
Gas memang biasa keluar namun tidak sebesar ketika ada suplai magma baru.

“Ketika ada volume yang lebih besar, tapi jalannya sempit, maka dia akan mendobrak itu agar ada jalan magma untuk keluar,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPPTKG, Dr Hanik Humaidah MSc lebih dulu menyampaikan, Gunung Merapi sedang menuju erupsi magmatik.

Meski begitu, Hanik mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan tetap waspada.

Sumber: Tribunjogja.com

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar