Jumlah Proyek Kominfo 1.200 BTS 4G, Terbangun 985 Tower, Tapi Kondisinya Mangkrak , Kabar Indonesia

Rakyatnesia – Jumlah Proyek Kominfo 1.200 BTS 4G, Terbangun 985 Tower, Tapi Kondisinya Mangkrak Pencarian seputar Berita Nasional di dunia online kian banyak dilaksanakan masyarakat Indonesia, meski sebetulnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

Pada Tulisan Jumlah Proyek Kominfo 1.200 BTS 4G, Terbangun 985 Tower, Tapi Kondisinya Mangkrak ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda suka dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

Rakyatnesia.com – Spekulasi politik mencuat setelah penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.

Mengingat posisi Plate yang juga Sekjen Partai Nasdem. Partai yang tergabung dalam koalisi yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menepisnya. Dia menegaskan bahwa penetapan Plate sebagai tersangka sama sekali tidak terkait dengan urusan politik. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil langkah-langkah berlandasan aturan hukum. ”Saya pastikan tidak ada politisasi hukum karena saya mengikuti kasus ini dari awal,” katanya kepada awak media Kamis (18/5) malam.

Mahfud lantas membeber kasus dugaan korupsi pengadaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G serta infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo. Dia mengikutinya sejak 2020.

Baca Juga: Johnny G. Plate Jadi Tersangka Korupsi BTS, Proyek Rp 10 Triliun, Negara Rugi Rp 8 T

Semula proyek tersebut dianggarkan dengan dana Rp 28 triliun. Berlaku untuk pengerjaan 2020 sampai 2024. Namun, hingga Kejagung memproses hukum dugaan korupsi dalam proyek itu, anggaran yang sudah digelontorkan pemerintah baru Rp 10 triliun. ”Untuk proyek 2020–2022. Dimulai tahun 2022. Tetapi, sampai akhir tahun 2022 itu barangnya nggak ada,” beber mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Mendapati kondisi tersebut, lanjut Mahfud, proyek untuk 2020–2022 itu diperpanjang hingga Maret 2023. Tujuannya, memberi waktu agar tiang-tiang pemancar sinyal dalam proyek tersebut bisa terpasang. Secara keseluruhan, mestinya ada 1.200 tiang pemancar sinyal. ”Seharusnya itu 1.200 (tiang pemancar sinyal, Red), lalu ditunda karena barangnya nggak ada,” kata Mahfud.

Namun, sampai batas waktu, tiang pemancar sinyal yang terpasang tidak sampai angka tersebut. Hanya ada 985 tiang pemancar. Itu adalah fakta temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). ”Dijejak dengan satelit oleh BPKP, ditemukan hanya ada 985 tiang,” ungkap Mahfud.

Dari jumlah tersebut, tidak ada satu pun sampel tiang pemancar yang hidup. Seluruhnya masih barang mentah. ”Mati, nggak ada gerakan sinyal dioperasikan,” imbuhnya. Menurut Mahfud, ratusan tiang pemancar sinyal itu sudah bisa dikatakan mangkrak. ”Belum ada barangnya, yang ada pun mangkrak,” cetusnya.

Baca Juga: Berstatus Tersangka, Pencalegan Johnny G. Plate Tidak Otomatis Gugur

Semula Kejagung melihat ada potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp 1 triliun. Setelah menggandeng BPKP untuk menghitung secara lebih terperinci, ditemukan angka kerugian keuangan negara lebih dari Rp 8 triliun. Angka fantastis itu diperoleh setelah BPKP menghitung seluruh kerugian keuangan negara dalam proyek tersebut. Mulai perencanaan, penunjukan konsultan, pembelian barang, hingga praktik mark-up dan sebagainya. ”Nah, itu yang kemudian dijadikan alasan (penyidikan dan penetapan tersangka, Red),” ungkap Mahfud.

Karena itu, menteri asal Madura tersebut berharap semua pihak berpikir positif. Tidak mengaitkan penanganan kasus itu ke ranah politik. ”Ini tidak mengarah ke partai, tapi dugaan tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Dalam persidangan nanti, semua pihak bisa melihat bagaimana anggaran pemerintah disalahgunakan dalam proyek tersebut. ”Nanti bisa dinilai secara terbuka di pengadilan,” ujar menteri pertahanan di kabinet era Presiden Gus Dur itu.

Sebagai Menko Polhukam, Mahfud mengakui bahwa dirinya juga mengetahui koordinasi Rakyatnesia Kejagung dan BPKP serta lembaga lainnya. Termasuk dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dia menyinggung perihal bukti percakapan, bukti perintah, dan lainnya yang sudah diperoleh penyidik. ”Nanti akan dibuka di pengadilan,” ucapnya.

Dikutip dari Jawa Pos

Exit mobile version