Soal Vonis Teddy Minahasa, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel Bilang Begini , Kabar Indonesia

Rakyatnesia – Soal Vonis Teddy Minahasa, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel Bilang Begini Pencarian perihal Berita Nasional di dunia maya kian banyak dilaksanakan masyarakat Indonesia, walaupun sebetulnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

Pada Tulisan Soal Vonis Teddy Minahasa, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel Bilang Begini ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget mengamati atau membacanya. Jika anda senang dengan info ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

Rakyatnesia.com–Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut narkoba memang masalah yang sangat serius. Jangankan seumur hidup, pengedar narkoba layak dihukum mati. Apalagi jika pelakunya adalah aparat penegak hukum.

”Meski begitu, saya menghormati putusan hakim. Saya melihat ada sejumlah loopholes dalam putusan hakim dalam kasus yang menjerat Teddy Minahasa. Terutama amat sangat mengandalkan keterangan saksi,” ujar Reza.

Menurut dia, saksi yang sekaligus merupakan terdakwa yakni Doddy Prawiranegara. Dengan status ganda tersebut, DP akan mengedepankan keterangan yang menguntungkan dirinya.

”Sebagaimana saya katakan beberapa waktu lalu, keterangan saksi adalah barang yang paling potensial merusak proses pengungkapan kebenaran dan proses persidangan. Karena itu, jika TM mengajukan banding, saya berharap putusan hakim pengadilan tinggi nanti lebih bersandar pada pembuktian,” tutur Reza.

Reza menyoroti coretan tangan jaksa penuntut umum di naskah tuntutannya, hakim mengamini tuntutan jaksa bahwa Teddy Minahasa tidak menyuruh melakukan. Teddy dinilai hakim turut serta bersama Doddy Prawiranegara.

”Dengan posisi setara, karena TM dihukum seumur hidup, boleh jadi DP juga akan dihukum seumur hidup jika divonis bersalah,” ujar Reza.

Namun menurut dia, ada beberapa masalah yang perlu penjelasan dari Polri. Di antaranya soal tawas, yang dipakai sebagai pengganti sabu-sabu.

”Itu tawas sekarang di mana? Sabu-sabu di Jakarta otentik dengan sabu-sabu di Bukittinggi? Kalau beda, berarti bukan hasil penyisihan. Lantas, dari mana sabu-sabu itu?” ucap Reza.

”Persoalan lain, apakah Doddy Prawiranegara menjalani pemeriksaan urine? Lalu hasilnya, positif atau negatif?” imbuh Reza.

Selain itu, Reza menjelaskan, ada perkataan Direktur dan Wakil Direktur Resnarkoba Polda Metro Jaya bahwa mereka sebatas melaksanakan pimpinan. ”Dari sisi pidana, itu bisa jadi mengarah ke wrongful conviction atau kriminalisasi terhadap TM? Dari sisi organisasi kepolisian, itu patut dikhawatirkan sebagai perang bintang yang destruktif (dysfunctional),” ucap Reza.

Reza menjelaskan, ada riset di kepolisian dengan responden ratusan anggota polisi. Responden sebut bahwa sub-sub grup di internal kepolisian sudah mencapai level berbahaya sehingga patut dilarang. Itu menjadi pengakuan bahwa klik-klik di institusi kepolisian memang ada.

”Tinggal lagi perlu dibedakan mana perang bintang yang fungsional dan mana yang disfungsional. Rivalitas fungsional membuat organisasi menjadi dinamis progresif dan personel menjadi berpola pikir transformative,” terang Reza.

Sedangkan perang bintang yang disfungsional, menurut dia, akan membuat organisasi statis bahkan regresif.

”Personel polisi juga menjadi agresif bahkan kanibal. Aksi saling sabotase menjadi salah satu bentuknya,” kata Reza.

Dikutip dari Jawa Pos

Exit mobile version