Gelombang Panas Tidak Terjadi di Jawa Timur, Begini Penjelasan BMKG , Kabar Terkini

Rakyatnesia – Gelombang Panas Tidak Terjadi di Jawa Timur, Begini Penjelasan BMKG Pencarian perihal Berita Nasional di dunia maya kian banyak dikerjakan masyarakat Indonesia, sedangkan sebetulnya Berita ini akan kami bahas di artikel ini.

[quads id=10]

Pada artikel Gelombang Panas Tidak Terjadi di Jawa Timur, Begini Penjelasan BMKG ini kami ada sebagian pembahasan yang akan kalian baca disini, dan juga mempunyai sebagian sistem penjelasan lain yang bakal membikin kalian terkaget memperhatikan atau membacanya. Jika anda senang dengan berita ini, maka bagikan dengan orang terdekat atau di media sosial kesayangan anda.

[quads id=10]

Rakyatnesia.com–Beberapa negara di Asia Selatan mengalami dampak dari gelombang panas atau heatwave sejak pekan lalu. Badan Meteorologi di Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand, dan Laos, telah melaporkan kejadian suhu panas lebih dari 40 derajat Celsius.

Suhu maksimum harian terpanas terjadi di kota Kumarkhali di distrik Kusthia, Bangladesh. Yaitu, 51,2 derajat Celsius pada 17 April.

Di Indonesia, tercatat suhu maksimum harian mencapai 37,2 derajat Celsius di stasiun pengamatan BMKG Ciputat pada pekan lalu.

Di wilayah Jawa Timur tercatat suhu maksimum harian mencapai 35,4 derajat Celsius di Stasiun Geofisika Karangkates pada 24 April. Kepala BMKG Juanda Jawa Timur Taufiq Hermawan mengatakan, wilayah Indonesia tidak mengalami gelombang panas karena berada di wilayah ekuator.

”Kondisi geografis Indonesia kepulauan dan dikelilingi perairan yang luas,” papar Taufiq Hermawan.

Menurut dia, wilayah Jawa Timur diapit Laut Jawa di sebelah utara dan Samudra Hindia yang luas di sebelah selatan. Dalam sepekan terakhir, Taufiq menuturkan, suhu maksimum di wilayah Jawa Timur berkisar Rakyatnesia 33 -35 derajat Celsius.

”Masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” terang Taufiq Hermawan.

Dia menjelaskan, suatu kondisi dikatakan gelombang panas apabila memenuhi dua hal. Yaitu, secara karakteristik geografis dan secara indikator statistik suhu kejadian.

”Gelombang panas umumnya terjadi di wilayah yang berada pada lintang menengah hingga tinggi, berdekatan dengan daratan yang luas seperti wilayah kontinental dan subcontinental,” ujar Taufiq Hermawan.

Taufiq menyatakan, secara indikator statistik suhu kejadian sesuai Badan Meteorologi Dunia (WMO), gelombang panas atau heatwave didefinisikan sebagai periode cuaca dengan kenaikan suhu lebih dari 5 derajat Celsius dari rata-rata klimatologis suhu maksimum di suatu tempat, selama lima hari berturut-turut atau lebih.

Beberapa waktu terakhir, beredar informasi mengenai kondisi suhu udara yang panas dikaitkan dengan fluktuasi nilai indeks UV (ultraviolet). Secara umum, Taufiq mengungkapkan, pola harian indeks UV berada pada kategori low di pagi hari. Mencapai puncaknya kategori high, very high, sampai dengan ekstrem ketika intensitas radiasi matahari paling tinggi di siang hari Rakyatnesia pukul 12.00 hingga 15.00.

”Dan bergerak turun kembali ke kategori low di sore hari. Pola itu bergantung pada tempat geografis dan elevasi suatu tempat, posisi matahari, jenis permukaan, dan tutupan awan,” ujar Taufiq.

Taufiq menambahkan, tinggi rendahnya indeks UV tidak memberikan pengaruh langsung pada kondisi suhu udara di suatu wilayah. Untuk wilayah tropis seperti Indonesia, pola harian tersebut secara rutin dapat teramati dari hari ke hari meskipun tidak ada fenomena gelombang panas.

Karena itu, Taufiq meminta masyarakat tidak panik menyikapi informasi yang beredar mengenai gelombang panas tersebut. ”Kami sarankan untuk mengonsumsi cukup air putih agar tidak mengalami dehidrasi, selain itu sebaiknya menggunakan pakaian tertutup atau tabir surya apabila beraktivitas di luar ruangan,” tutur Taufiq Hermawan.

Dikutip dari Jawa Pos

Exit mobile version