Kumpulan Contoh Khutbah Jumat Bulan Ramadhan Terbaru

moch akbar fitrianto

Kumpulan Contoh Khutbah Jumat Bulan Ramadhan Terbaru
Bagikan

Apa Itu Khutbah Jumat

Definisi Khutbah secara bahasa adalah perkataan yang disampaikan diatas mimbar, Adapun kata “Khitbah” yang hampir persis dengan kata “khotbah” (dalam bahasa arab) Ini memiliki arti melamar wanita untuk dinikahi.

Khotbah Sendiri berasal dari bahasa Arab dari kata “Mukhathabah” Yang bisa diartikan dengan pembicaraan. Beberapa orang juga menyebutkan bahwa Khotbah berasal dari kata “Al -Khatbu” Yang memiliki arti perkara besar yang dibicarakan. Karena orang arab tidak berkhotbah kecuali ada hal – hal besar.

Rakyatnesia – Kumpulan Contoh Khutbah Jumat Bulan Ramadhan Terbaru

Arti Khutbah Secara Istilah

Sebagian ulama mendefinisikan “khotbah” sebagai ‘perkataan tersusun yang mengandung nasihat dan informasi’. Akan tetapi, definisi ini terlalu umum. Adapun definisi yang lebih jelas ialah definisi yang diberikan oleh Dr. Ahmad Al-Hufi yaitu, ‘Cabang ilmu atau seni berbicara di hadapan banyak orang dengan tujuan meyakinkan dan memengaruhi mereka’. Dengan demikian, khotbah harus disampaikan secara lisan di hadapan banyak orang dan harus meyakinkan dengan argumen-argumen yang kuat serta memberikan pengaruh kepada pendengar, baik itu berupa motivasi atau peringatan.

Adapun terkait khotbah Jumat, tidak terdapat definisi khusus yang diberikan oleh para ulama karena maksudnya telah jelas.

Dalam kitab Bada’iush Shana’i, pada pemaparan tentang hukum khotbah Jumat, disebutkan, “Khotbah, secara umum, adalah perkataan yang mencakup pujian kepada Allah, salawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, doa untuk kaum muslimin serta pelajaran dan peringatan bagi mereka.”

Penjelasan ini adalah penjelasan umum dan bukan definisi yang teliti dan memenuhi syarat-syarat definisi ilmiah.

Adapun definisi yang hampir pas untuk “khotbah Jumat” ialah ‘perkataan yang disampaikan kepada sejumlah orang secara berkesinambungan, berupa nasihat dengan bahasa Arab, sesaat sebelum shalat Jumat setelah masuk waktunya, disertai niat serta diucapkan secara keras, dilakukan dengan berdiri jika mampu, sehingga tercapai tujuannya.

  1. Definisi “Jumat”

Kata “Jumat” dalam bahasa Arab bisa dibaca dengan tiga cara: jumu’ah, jum’ah, atau juma’ah. Adapun bacaan yang terkenal adalah “jumu’ah”. Demikian pula cara baca pada qiraah sab’ah, dalam firman Allah ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jumat maka bersegeralah mengingat Allah.” (Q.s. Al-Jumu’ah:9)

Adapun bacaan “jum’ah” adalah bacaan ringan, yaitu dengan menghilangkan harakat pada huruf mim, menjadi lebih mudah diucapkan. Adapun cara baca “juma’ah” berasal dari sifat hari Jumat yang mengumpulkan banyak orang, seperti kata “humazah” yang berarti ‘orang yang banyak mengumpat’ dan kata “dhuhakah” yang berarti ‘orang yang banyak tertawa’. Bacaan “juma’ah” dalam bahasa Arab dikenal sebagi dialek Bani Uqail. Adapun bentuk jamak kata “jumu’ah” adalah “jumu’at” atau “juma’”.

Sebab penamaan hari Jumat

Pada masa jahiliah, hari Jumat disebut dengan hari Urubah, kemudian dinamakan “Jumat” beberapa saat sebelum Islam datang. Adapun yang memberi nama hari Jumat adalah Ka’ab bin Lu’ai. Tatkala itu, orang-orang Quraisy berkumpul mendatanginya pada hari itu, kemudian ia berkhotbah dan memberikan pelajaran kepada mereka. Ada pula yang berpendapat bahwa penamaan hari Jumat adalah setelah datangnya Islam.

Adapun tentang penyebab penamaannya, ada beberapa pendapat, yaitu:

Pendapat pertama: Allah ta’ala menghimpun penciptaan Adam ‘alaihis salam pada hari itu. Dasar pendapat ini adalah riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; beliau ditanya, “Kenapa dinamakan hari Jumat?” Beliau bersabda,

لِأَنَّ فِيهَا طُبِعَتْ طِيْنَةُ أَبِيكَ آدَمَ، وَفِيهَا الصُّعْقَةُ وَالْبِعْثَةُ، وَفِيهَا البَطْشَةُ، وَفِي آخِرِ ثَلَاثِ سَاعَاتٍ مِنْهَا سَاعَةٌ مَنْ دَعَا اللَّهَ فِيهَا اسْتُجِيْبَ لَهُ

“Karena pada hari itu, tanah liat ayah kalian, Adam, dicetak. Pada hari itu, kiamat dan kebangkitan terjadi. Pada hari itu pula, kehancuran melanda. Di akhir tiga waktu pada hari itu, ada satu waktu, barang siapa yang berdoa kepada Allah pada waktu itu pasti doanya dikabulkan.” (H.r. Ahmad, 2:113)

Pendapat ini dinilai sahih dalam Fathul Bari dan Nailul Authar.

Pendapat kedua: Berkumpulnya orang-orang pada hari itu di Masjid Jami’ untuk shalat.

Pendapat ketiga: Allah mempertemukan Adam dan Hawa di bumi pada hari itu.

Pendapat keempat: Banyak kebaikan di dalamnya.

Sebagian pendapat di atas, ada yang diambil dari makna kata “Jumat” dan sebagian disimpulkan dari hadis dhaif. Namun, tidak ada masalah untuk menjadikan semua pendapat di atas sebagai sebab penamaan hari Jumat. Allahu a’lam.

  1. Hukum khotbah Jumat

Para ahli fikih berbeda pendapat mengenai hukum khotbah pada shalat Jumat, apakah termasuk syarat shalat sehingga shalat Jumat tidak sah tanpanya, atau sekadar sunah sehingga shalat Jumat tetap sah tanpanya. Berkenaan dengan hal ini, para ahli fikih terbagi ke dalam dua pendapat.

Pendapat pertama menyatakan bahwa khotbah merupakan syarat shalat Jumat. Pendapat ini adalah pendapat Hanafiah dan mayoritas Malikiah. Pendapat ini adalah pendapat yang sahih bagi mereka, demikian juga Syafi’iah dan Hanabilah.

Disebutkan dalam kitab Al-Hawi, “Hal ini merupakan pendapat seluruh ahli fikih selain Hasan Al-Bashri, karena ia menyelisihi pendapat ijma’; ia berkata, ‘Khotbah tidaklah wajib.’”

Disebutkan pula dalam kitab Al-Mughni, “… Kesimpulannya adalah bahwa khotbah merupakan syarat shalat Jumat; shalat Jumat tidak sah tanpanya, dan kami tidak mengetahui pendapat yang bertentangan kecuali pendapat Hasan.”

Pendapat kedua menyebutkan bahwa khotbah merupakan sunah Jumat. Ini merupakan pendapat Hasan Al-Bashri.

Pendapat ini juga diriwayatkan dari Imam Malik, demikian pula pendapat sebagian pengikutnya (Malikiah). Ibnu Hazm juga berpendapat demikian.

Tarjih: Pendapat yang kuat dalam permasalahan ini ialah pendapat pertama, bahwa khotbah merupakan syarat sah shalat Jumat. Bahkan, sebagian ulama menganggap hal ini menyerupai ijma’.

Adapun dalil yang menguatkan pendapat ini adalah dalil yang diambil dari Alquran, hadis, dan atsar dari sahabat serta tabi’in. Berikut ini pemaparan dalil-dalil tersebut.

Dalil Alquran

Firman Allah subhanahu wa ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

“Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (Q.s. Al-Jumu’ah:9)

Ulama salaf berbeda pendapat mengenai maksud dari “mengingat Allah” dalam ayat di atas. Sebagian salaf mengatakan bahwa maknanya adalah ‘khotbah’, sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa maknanya adalah ‘shalat’. Ibnul Arabi menilai bahwa yang sahih adalah kedua pemaknaan tersebut.

Adapun yang berpendapat maksud dari “mengingat Allah” dalam ayat di atas adalah ‘khotbah’ menyatakan kewajibannya dari dua sisi:

Ayat tersebut merupakan perintah untuk bersegera menuju khotbah, sedangkan hukum asal perintah adalah wajib. Oleh karena itu, tidak ada perintah untuk bersegera menuju sesuatu yang wajib kecuali maknanya adalah “untuk memenuhi kewajiban”.
Allah melarang jual beli ketika dikumandangkannya azan untuk khotbah Jumat. Dengan demikian, jual beli haram dilakukan pada waktu itu. Pengharaman jual beli menunjukkan wajibnya khotbah, karena sesuatu yang sunah tidak bisa mengharamkan yang mubah.
Adapun yang berpendapat bahwa maksud “mengingat Allah” dalam ayat di atas adalah ‘shalat’, menyatakan bahwa khotbah termasuk dalam shalat. Seorang hamba mengingat Allah dengan perbuatannya, sebagaimana ia bertasbih dengan perbuatannya pula.

Selain itu, Allah ta’ala juga berfirman,

وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا

“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya (perniagaan dan permainan itu) dan mereka meninggalkan dirimu yang sedang berdiri (berkhotbah).” (Q.s. Al-Jumu’ah:11)

Allah ta’ala mencela mereka karena mereka berpaling dan meninggalkan khotbah, sedangkan makna “wajib” secara syariat ialah ‘sesuatu yang dicela karena ditinggalkan’.

Dalil hadis

Hadis riwayat Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma; ia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا، ثُمَّ يَقْعُدُ، ثُمَّ يَقُومُ، كَمَا تَفْعَلُونَ الآنَ

“Nabi berkhotbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri, seperti yang biasa kalian lakukan sekarang.” (H.r. Bukhari, 1:221; Muslim, 2:589)

Hadis riwayat Jabir bin Samurah radhiallahu ‘anhu; ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا، ثُمَّ يَجْلِسُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا. فَمَنْ نَبَأَكَ أَنَّهُ كَانَ يَخْطُبُ جَالِسًا فَقَدْ كَذَبَ، فَقَدْ صَلَّيتُ مَعَهُ أَكْثَرَ مِنْ أَلْفَي صَلَاة

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri dan berkhotbah dengan berdiri. Siapa saja yang memberitakan kepadamu kalau beliau berkhotbah dengan duduk, sesungguhnya dia telah berdusta. Sungguh, aku telah shalat bersama beliau lebih dari dua ribu kali.” (H.r. Muslim, 2:589)

Walaupun kedua hadis di atas hanya sebatas perbuatan Nabi yang tidak menunjukkan hukum wajib, tetapi hadis tersebut merupakan penjelasan dari kewajiban yang disebutkan secara umum dalam ayat “maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah” (Q.s. Al-Jumu’ah:9).

Dengan demikian, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis di atas merupakan penjelasan dari perintah yang umum, maka perintah itu menjadi wajib. Wallahu a’lam.

Hadis lainnya yang menjadi dalil adalah hadis Malik bin Al-Huwairits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (H.r. Bukhari, 1:155)

Lebih dari satu ulama mengatakan bahwa seumur hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak pernah shalat Jumat tanpa khotbah, sedangkan beliau telah memerintahkan kita untuk shalat sebagaimana beliau shalat. Kalaulah boleh shalat Jumat tanpa khotbah, pasti beliau akan melakukannya walau sekali, sebagai pengajaran atas kebolehannya, karena khotbah sangat berkaitan dengan shalat Jumat dan merupakan bagian dari shalat Jumat.

Dalil atsar sahabat dan tabi’in

Atsar yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

الخُطْبَةُ مَوضُعُ الرَكْعَتَيْنِ، مَنْ فَاتَتْهُ الخُطْبَةُ صَلَّى أَرْبَعًا

“Khotbah merupakan tempat dua rakaat. Siapa saja yang terlewat dari khotbah maka hendaklah dia shalat empat rakaat.”

وَفِي رِوَايَةٍ : إِنَّمَا جُعِلَت الخُطْبَةُ مَكَانَ الرَّكْعَتَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُدْرِكْ الخُطْبَةَ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا

Dalam riwayat yang lain, “Khotbah itu tidak lain dijadikan pengganti dua rakaat. Jika seseorang tidak mendapatkan khotbah maka hendaklah dia shalat empat rakaat.”

Atsar di atas menunjukkan bahwa dua khotbah merupakan pengganti dari dua rakaat shalat zuhur. Oleh karena itu, keduanya adalah perkara wajib karena merupakan bagian dari shalat, begitu pula hukum penggantinya.

Atsar di atas adalah atsar yang sanadnya terputus dan tidak bisa dijadikan dalil. Kalaupun atsar tersebut benar-benar perkataan sahabat, maka masih tetap ada perselisihan mengenai penggunaanya sebagai dasar hukum. Adapun penyebuatan atsar tersebut di sini hanyalah sebagai isyarat bahwa sebagian ahli fikih menggunakannya sebagai dalil dalam permasalahan ini.

Setelah Mengatahui Sedikit pengertian soal Khutbah Jumat , dan beberapa hal yang mengharuskan dilakukannya Khitbah Baik dari Hadist ataupun Al-Quran.

Contoh Khutbah Jumat Bulan Ramadhan akan saya bagikan dibawah ini.

Kumpulan Khutbah Jumat Bulan Ramadhan NU

Kumpulan Khutbah Jumat Bulan Ramadhan NU

Oleh: Ust. Abdullah Hudri, S.S,. M.Pd

Khutbah dismapaikan pada Khutbah Jumat di Masjid Putra Pesantren Darul Muttaqien

Jumat, 24 April 2020 / 1 Rmadhan 1441 H

الحمد لله الذي أنزل على عبده آيات بينات ليخرج الناس بها من الظلمات إلي النور. وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. اللهم صل علي سيدنا محمد وعلي آله وأصحابه وسلم أما بعد.

فياأيها الناس اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

قال الله تعالي: ياآيها الذين أمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب علي الذين من قبلكم لعلكم تتقون.

Jama’ah Sholat Jumat Rohimakumullah..

Alhamdulillah.. Puji syukur marilah kita persembahkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya yang tidak terhingga kepada kita. Saat ini di hari pertama bulan Romdhon tahun 1441 H yang mulia ini, kita masih diberikan kesempatan untuk beribadah sholat jumat berjamaah walaupun dalam kondisi menyesuaikan dengan prosedur kesahatan untuk pencegahan penularan wabah. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW berserta keluarga, para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman. Aamiin..

Bertepatan dengan awal bulan suci Romadhon, di tengah-tengah pandemic Covid-19 yang saat ini masih mewabah, saya mengingatkan diri saya dan para jamaah, marilah kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, dengan sungguh-sungguh mengerjakan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya. Dan Tentunya kita juga harus menjaga prilaku hidup bersih dan sehat, melakukan social dan physical distancing dalam keseharian kita dan tidak lupa untuk selalu bermunajat kepada Allah agar terhindar dari segala penyakit terkhusus pandemic Covid-19 yang sedang mewabah di Negara kita ini. Aamiin..

Jama’ah Sholat Jumat Rohimakumullah..

مَرْحَبًا بِالمُطَهِّرْ

“Selamat datang, wahai orang yang menyucikan.”

Itulah kalimat yang sering Rosulullah SAW ucapkan bila datng bulan Romdhon. Para sahabat bertanya, “Siapakah orang yang menyucikan itu, wahai Rosulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang menyucikan itu adalah bulan Romadhon, dia menyucikan kita dari dosa dan maksiat.”

Rosulullah juga SAW berkhutbah dalam menyambut awal bulan suci Romdhon sebagai berikut :

“Wahai manusia, bulan yang mulia dan penuh berkah datang menaungi kalian. suatu bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada bulan itu, Allah menetapkan puasa sebagai kewajiban dan Qiyamullail sebagai kesunnahan. Barang siapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu perbuatan baik, dia bagaikan melakukan kewajiban di bulan lainnya. Barang siapa yang melakukan kewajiban pada bulan ini, maka dia sama dengan orang yang melakukan tujuh puluh kewajiban dibulan lainnya.

Romadhon adalah bulan kesabaran, sementara pahala kesabaran adalah surga, dia merupakan bulan kedermawanan dan bulan bertambahnya rezeqi orang mukmin. Barang siapa memberikan makanan kepada orang yang berpuasa pada bulan ini, berarti itu pengampunan terhadap dosa-dosanya dan pembebasan dirinya dari neraka. Selain itu, ia juga memperolah pahala yang sama dengan orang yang berpuasa, tanpa berkurang sedikit pun.”

Dari khutbah Rosulullah SAW di atas, sudah sangat jelas tergambarkan bahwa saat ini kita sudah berada di bulan Romadhon yang mulia, bulan yang ditunggu-tunggu oleh seluruh umat muslim di dunia. Bulan yang penuh dengan keberkahan dan keistimewaan.

Puasa merupakan ibadah khas yang wajib kita laksanakan pada bulan Romdhon ini. Puasa dalam arti menahan diri dari segala yang membatalkannya yaitu, makan, minum dan syahwat berhubungan suami istri, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan niat beribadah kepada Allah SWT.

Jama’ah Sholat Jumat Rohimakumullah..

Ibadah puasa wajib yang kita laksanakan mulai hari ini sampai akhir Romadhon nanti, perlu kiranya kita sempurnakan dengan juga melaksanakan sunnah-sunnah berpuasa itu sendiri. Untuk kesempurnaan ibadah puasa di bulan Romdhon ini, baiknya kita juga memperhatikan dan melaksanakan sunnah-sunnah tersebut, diantaranya :

Makan sahur.
Sahur bukan hanya masalah rutinitas yang biasa kita lakukan sebelum berpuasa. Sahur juga bukan masalah apakah kita tahan atau tidak tahan berpuasa tidak makan dan minum seharian. Sahur adalah sunnah yang Rosulullah contohkan kepada kita sebelum berpuasa. karena didalam sahur ada banyak keberkahan yang akan terlimpahkan kepada siapapun yang mengerjakannya.

Rosulullah SAW bersabda,

تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السَّحُرِ بَرَكَةٌ

“Bersahurlah karena pada sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhori Muslim)

Mengakhirkan sahur
Banyak pendapat berkaitan dengan kapan waktu terbaik untuk bersahur. tentunya waktu sahur yang terbaik adalah yang tidak tergesa-gesa tetapi juga tidak terlalu jauh dengan waktu terbitnya fajar subuh. Zaid bin Tsabit RA berkata, “Kami sahur bersama Rosullulah SAW, kemudian beliau bangkit untuk untuk mengerjakan sholat. Aku bertanya, “Berapa jarak waktu antara adzan dan sahur?” Beliau menjawab, “Kira-kira bacaan lima puluhan ayat.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

Dalam sebuah hadits, Rosulullah juga bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mendengar seruan adzan, sementara gelas masih ditangannya, janganlah dia meletakannya hingga menyelsaikan keperluannya.” (HR. Abu Dawud dan al-Hakim)

Menyegerakan berbuka.
Buka puasa adalah salah satu nikmat yang Allah janjikan untuk orang yang berpuasa. selain pahala yang tidak terhitung dan bertemu dengan Allah di ahirat kelak. sunnah Rosulullah SAW dalam berbuka puasa adalah menyegerakan membatalkan puasa tersebut. saat waktu magrib tiba, Rosulullah segera berbuka dan tidak mengakhirkannya.

Rosulullah SAW bersabda,

لَا يَزَالُ النَاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الفِطْرَ

“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari Muslim)

Awali berbuka dengan kurma
Bermacam-macam hidangan makanan dan minuman yang kita sediakan untuk berbuka, jangan lupa untuk memulai buka puasa dengan kurma. Rosulullah SAW berbuka dengan beberapa butir ruthah (kurma muda) sebelum sholat. Jika tidak ada ruthah, beliau berbuka dengan kurma matang. Jika tidak ada juga, beliau meneguk beberapa teguk air. (HR. Abu Dawud dan Turmidzi)

Berdoa saat berbuka
Jika Rosulullah SAW berbuka, beliau membaca Basmalah kemudian membaca doa :

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَي رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rezeqi dari-Mu aku berbuka”.

Setelah selesai berbuka, diteruskan dengan doa yang biasa Rosulullah baca :

ذَهَبَ الظَمَأُ وَابْتَلَّتِ العُرُوْقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

“Dahaga telah hilang dan tenggorokan telah basah, dan pahala telah ditetapkan Insya Allah.” (HR. Abu Dawud)

Memperbanyak sedekah dan membaca / mempelajari al-Qur’an
Bersedakah dan mempelajari al-Qur’an termasuk didalamnya membacanya adalah ibadah utama selain berpuasa di bulan Romdhon ini yang Rosulullah contohkan kepada umatnya. Rosulullah bersabda,

مَنْ فَطَرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَائِمِ شَيْئًا

“Barang siapa yang memberikan makanan berbuka puasa kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).

Ibnu Abbas RA menceritakan Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan. Beliau lebih dermawan lagi di bulan Romadhon. Ketika malaikat Jibril menemuinya, biasanya dia datang menemuinya pada setiap malam di bulan Romadhon sampai berakhirnya. Nabi Muhammad SAW membacakan al-Qur’an kepadanya. (HR. Bukhori Muslim)

Menjalankan sholat Tarawih (Qiyamullail)
Dalam hadits, istilah untuk sholat tarawih adalah Qiyam Ramadhon, sedangkan kata tarawih tampaknya baru digunakan kemudian sejak khalifah Umar bin Khatab RA. Rosulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang ber-Qiyam Romadhon semata-mata karena keimanan dan keikhlasan karena Allah, maka diampuni dosa-dosa sebelum itu.” (HR. Bukhori Muslim).

Allah SWT berfirman dalam surat al-Isro ayat 79 :

وَمِنَ اللَيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَي أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُكَ مَقَامًا مَحْمُوْدًا

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah sholat tahajud sebagai tambahan ibadah bagimu. semoga Allah mengangkatmu ketempat yang terpuji.”

Rosulullah bersabda,

“Dirikanlah shalat malam karena itu adalah tradisi orang-orang sholah sebelum kalian dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, pencegah dari perbuatan dosa, penghapus kesalahan dan pencegah segala penyakit dari tubuh.” (HR. Tirmidzi)

Menjauhkan diri perkataan maupun perbuatan yang dapat menghapuskan pahala puasa.
Tujuan dari berpuasa adalah ibadah menedekatkan diri kepada Allah SWT, karena itu sangat tidak pantas ditengah-tengah kita berpuasa malah melakukan perbuatan maksiat dan atau perkataan keji, baik yang nampak atau tersembunyi seperti berdusta, ghibah, fitnah, berkata kasar, bertengkar, dan perbuatan-perbuatan diharamkan lainnya.

Rosulullah bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُوْرِ وَالعَمَلِ بِهِ فَلَيْسَ بِهِ لِّلِه حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan keji, maka Allah SWT tidak butuh dengan puasa orang yang sekedar meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhori, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Jamaah Sholat Jumat Rohimakumullah..

Demikian khutbah ini disampaikan semoga sunnah dan adab berpuasa diatas bisa menjadi perhatian kita dan dapat kita lakukan dalam menyempurnakan ibadah wajib puasa kita di bulan Romdhon ini.

Sebagai tambahan, dalam kondisi pandemic Covid 19 yang sedang mewabah di Negara kita ini, marilah kita semua memperbanyak zikir, doa dan munajat kepada Allah dengan penuh keimanan dan keyakinan agar terhindar dari segala penyakit dan wabah ini segera hilang dari Negara kita ini. Aamiin..

Rosulullah SAW bersabda,

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِي الأَرْضِ وَلَا فِي السَمَاءِ وَهُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

“Dengan nama Allah yang dengan nama-Nya, segala sesuatu di bumi dan di langit todak akan berbahaya, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُوْنِ وَالجَذَامِ وَسَيِّئِ الأَسْقَامِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit baros, dari kegilaan, dari penyakit kulit dan dari penyakit-penyakit buruk”. (HR. Muslim)

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم وتفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم

أقول قول هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين فاستغفروه أنه هو الغفور الرحيم

Khutbah Jumat: Menghidupkan Spirit Ramadhan Sepanjang Masa Dari NU Islam

اَلْحَمْدُ للهْ، اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، الَّذِيْ أَكْمَلَ لَنَا الدِّيْنَ، وَأَتَمَّ لَنَا النِّعْمَةَ وَرَضِيَ لَنَا الْإِسْلَامَ دِيْنًا. تَفَضَّلَ عَلَيْنَا بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ وَلُطْفِهِ، أُسَبِّحُ لَهُ سُبْحَانَهُ، رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ وَكِيْلٌ، يُعِزُّ بَعْضَنَا وَيُذِلُّ بَعْضَنَا، إِلَهٌ كَرِيْمٌ وَاحِدٌ، جَلِيْلٌ مُنَزَّهٌ عَنِ الشَّبِيْهِ وَالشَّرِيْكِ وَالْمُمَاثِلِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً تُنْجِيْ قَائِلَهَا يَوْمَ لَا يَنْفَعُ لَهُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنٌ إِلَّا مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا وَشَفِيْعَنَا وَقُدْوَتَنَا مُحَمَّدًا ﷺ عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الْأَمِيْنُ. صَلِّ اللَّهُمَّ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَاعْفُ عَنَّا مَعَهُمْ بِعَفْوِكَ وَكَرَمِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. أما بعد فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَاِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِىْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

Hadirin jamaah shalat Jumat hafidhakumullah, Kita sekarang sudah melewati separuh dari bulan Syawal. “Syawal” berarti meningkat. Kita telah melewati bulan kesembilan dalam hitungan bulan hijriah, yaitu bulan Ramadhan yang mulia. Pada bulan kemarin, dosa orang-orang mukmin telah diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala sehingga diibaratkan bagi orang-orang yang memenuhi hak Ramadhan, akan menjadi fitrah kembali sebagaimana anak yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Bagaimana anak yang dilahirkan dari rahim ibunya? Artinya ia mempunyai kehidupan yang baru, yakni kehidupan di alam dunia.

Begitu pula bulan Syawal ini. Bulan Syawal, bulan kesepuluh, bagi orang-orang yang kemarin menjalankan Ramadhan dengan baik semestinya bulan ini adalah bulan kehidupan baru, sebuah kehidupan yang lain daripada sebelum bulan Ramadhan kemarin.

Bulan ini merupakan momentum pembaharuan kita untuk berusaha menapaki kehidupan dengan cara-cara yang lebih baik. Bulan Syawal ini adalah bulan kelahiran baru kita. Bukan justru bulan kematian kita. Jangan sampai kita yang kemarin saat bulan Ramadhan kita rajin beribadah malam, mengaji Al-Qur’an, bersedekah, I’tikaf dan lain sebagainya, namun karena sekarang ini sudah tidak Ramadhan lagi, kita hentikan semua rutinitas baik tersebut. Kalau kita berhenti melakukan rutinitas baik yang selama ini dijalankan pada bulan Ramadhan, berarti bulan Syawal ini sebagai bulan kematian.

Apabila kita ingin bulan Syawal ini sebagai bulan suci yaitu bulan kelahiran, sebagaimana orang yang baru lahir, seorang anak mulai bisa menghirup udara dunia, lambungnya mulai berfungsi, ada hal-hal yang baru.

Itu namanya kelahiran. Maka bulan Syawal ini, kita seharusnya mempunyai kebaikan-kebaikan yang baru lagi, yang baru lagi dan seterusnya. Bukan malah mematikan kebaikan-kebaikan yang sudah berjalan.

Begitu pula hati kita, karena kelahiran baru. Dalam mengelola hati, selayaknya bagaimana kita berusaha menjadikan hati kita sebagai hatinya orang yang hidup, selalu berdzikir kepada Allah, ingat Allah, selalu peka terhadap masalah keluarga, sosial, dan lain sebagainya. Ini namanya hati yang lahir dan hidup di bulan Syawal.

Jangan jadikan hati kita sebagai hati yang mati, tidak ingat Allah, tidak peka terhadap urusan sesama, menyakiti orang lain, menggunjing dan lain sebagainya, maka ini termasuk hati mati yang tidak merasakan kelahiran kembalinya bulan Syawal. Naudzu billah.

Dengan begitu, barangsiapa yang bisa menghidupkan Ramadhan sepanjang hari dan bulan selama setahun penuh sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, maka saat orang tersebut dipanggil oleh Allah, ia akan kembali kepada Allah dalam keadaan suci kapan pun Allah mau memanggil ke rahmat-Nya. Ia patut merayakan kepulangannya kepada Allah karena ia selalu menjaga napas Ramadhan sepanjang tahun setelah bulan Ramadhan.

Rasulullah ﷺ bersabda: إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّه السَّماواتِ والأَرْضَ

Artinya: “Sesungguhnya zaman itu selalu berputar sebagaimana semula yaitu ketika Allah menciptakan langit dan bumi.” Zaman boleh berganti, namun semangat kita harus semakin meningkat untuk menjalankan ibadah-ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Maasyiral hadirin hafidhakumullah, Kita bukan lah orang yang menyembah waktu seperti bulan Ramadhan dan kita tidak menyembah tempat seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan lain sebagainya.

Kita menyembah Allah tanpa terkait dengan lokasi mana pun. Kalau kita menyembah Allah terkait dengan lokasi atau waktu saja, tentunya bagi orang yang meninggalkan kota Makkah dan Madinah, misalnya, mereka akan menjadi malas-malasan, karena tidak berada di tempat mulia.

Tempat-tempat yang mulia, waktu dan bulan yang mulia bisa jadi akan selalu berubah seseuai perputaran waktu dan lokasi domisili seseorang, namun tempat dan waktu mempunyai Tuhan yang tidak silih berganti, tidak berubah-ubah. Waktu dan bulan sepanjang masa memilik Tuhan yang tidak pernah berganti selamanya.
Dialah Allah subhanahu wa ta’ala. فَلَا يَجْرِيْ عَلَيْهِ زَمَانْ “Allah tidak terpengaruh oleh waktu.

” وَلاَ يَحْوِيْهِ مَكَانْ “Dan Ia tidak terdiri atas unsur waktu.” وَهُوَ عَلَى مَا كَانْ قَبْلَ خَلْقِ الزَّمَانْ وَالْمَكَانْ “Dia ada sebelum masa dan tempat tercipta.

” عَلِمَ مَا كَانْ وَمَا سَيَكُونْ وَمَا لَمْ يَكُنْ لَوْ كَانْ كَيْفَ كَانْ يَكُونْ

“Dia tahu apa yang telah dan akan terjadi. Dia pula tahu hal-hal yang tidak akan pernah terjadi karena Dia tahu apa yang akan terjadi jika satu hall tersebut itu terjadi.” وَأَمْرُهُ بَيْنَ كَافٍ وَنُونْ

“Jika Allah menghendaki sesuatu itu terjadi, maka perintah Allah akan terwujud secepat antara jeda pembacaan huruf kaf dan nun dalam kalimat kun.” وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya mengatakan kun, maka kemudian akan terwujud.”

Dia lah Tuhan yang maha murah. Barangsiapa kenal dengan Tuhannya, pasti akan mencintainya. Bagi orang yang kenal dengan Allah, tidak ada yang ia miliki kecuali kecintaan dia kepada Allah. Bagaimana mungkin ada orang yang dalam hatinya sudah terpatri kecintaan kepada Allah akan mencintai selain Allah?. Kecintaan ini lah yang telah ditanamkan dalam madrasah atau sekolahan yang bernama Madrasah Bulan Ramadhan.

Kecintaan ini lah yang menjadi fondasi penting, sehingga sampai ada sahabat yang berkata kepada Baginda Nabi: مَتَى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
“Ya Rasulallah, kapan kiamat akan terjadi?” Rasul tidak langsung menjawab. Beliau kembali menanyakan balik kepada sahabat tersebut: مَا أَعْدَدْتَ لَهَا “Apa yang sudah kamu persiapkan menghadapi kiamat itu?” قَالَ : مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ، وَلَكِنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ “Saya tidak mempersiapkan shalat yang banyak, tidak pula puasa dan sedekah, Ya Rasul. Namun aku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Mendengar jawaban sahabat satu tadi, Rasul kemudian bersabda: أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ “Kamu akan bersama orang yang kamu cintai.” (HR. Bukhari) Dengan hadits di atas, para sahabat mengaku tidak pernah bergembira melebihi kegembiraan mereka setelah mendengar hadits tersebut. Ada sahabat lain yang bertanya kepada Rasulullah.

“Ya Rasul, jelaskan kami tentang satu Islam yang dengan jawaban Anda nanti, saya tidak butuh jawaban lagi setelahnya.

” Rasul kemudian menjawab ada dua hal, yaitu قُلْ آمَنْتُ بِالله “Katakan, yang pertama, saya iman kepada Allah.”

Kedua, ثُمَّ اسْتَقِمْ “Lalu konsistenlah memegang kalimat itu terus-menerus.”

Dengan istiqamah, maka orang menjadi tidak peduli, entah itu Ramadhan sudah kelewat atau tidak, yang namanya cinta kepada Allah, maka akan istiqamah dalam beribadah, mestinya selalu merawat ketakwaan-ketakwaan yang telah dibina dalam Madrasah Ramadhan kemarin untuk dibawa secara terus menerus sepanjang tahun.

Ciri-ciri orang mukmin adalah sangat cinta kepada Allah وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

Artinya: “Orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS Al-Baqarah: 165) Tentu saja, kita akan selalu merindukan Ramadhan tahun depan.

Bagaimana kita tidak rindu, sedangkan Ramadhan adalah bulan yang pernah bertemu dan digunakan oleh Rasulullah menjalankan berbagai macam kebaikan. Yang namanya cinta, jika tidak bertemu langsung orang yang dicintai, tentu akan merasa cukup gembira dengan bertemu dengan orang atau hal-hal yang bertemu langsung dengan orang yang dicintai. Ramadhan adalah bulan mulia yang pernah digunakan semaksimal mungkin oleh Rasulullah untuk beribadah, maka kalau kita cinta kepada Allah dan Rasul, kita tentu juga merindukan Ramadhan.

Hadirin hafidhakumullah, Pada bulan Ramadhan, kita diperintahkan untuk puasa selama sebulan penuh. Maka, pada bulan Syawal ini, kita biasakan puasa tersebut pada setiap seminggu dua kali yaitu pada hari Senin dan Kamis.

Hari Senin adalah hari dilahirkannya Baginda Nabi Agung Muhammad ﷺ, sedangkah hari Kamis adalah hari dimana amal setiap hamba dilaporkan periodik mingguan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka Nabi Muhammad ﷺ lebih suka amalnya saat dilaporkan kepada Allah, beliau dalam kepada berpuasa. Selain puasa mingguan, ada pula puasa sunnah bulanan, yaitu setiap tanggal 13,14, 15 pada setiap bulan hijriahnya, kita disunnahkan untuk berpuasa.
Begitu pula tarawih, mengajarkan kita untuk shalat malam, maka mari kita biasakan untuk shalat malam secara rutin walau dua rakaat saja dalam semalam.

Dengan adanya bulan Syawal ini, atas dasar latihan selama Ramadhan, semoga menjadikan ibadah kita semakin meningkat, tidak justru menurun kualitasnya, yang pada akhirnya kelak kita akan kembali kepada Allah selalu dalam keadaan bersih karena selalu membawa nilai-nilai Ramadhan. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ

Contoh Khutbah Jumat BUlan Ramadhan Bahasa Jawa

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ

اَلْحَمْدُ للهِ اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ، وَأَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْـمَةِ اْلإِيْمَـانِ وَاْلإِسْـلاَمِ ، أَشْهَـدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً أُدَخِّرُهَا لِيَوْمِ الْقِيَـامِ ، وَأَشْـهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى دَارِ السَّـلاَمِ ، أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَـيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مِصْبَاحِ الظَّلاَمِ ، صَلاَةً تُشْفِيْنَا بِهَا مِنَ الدَّآءِ وَاْلأَسْـقَامِ ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الزِّحَامِ ، أَمَّا بَعْـدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْـوَى اللهِ خَالِقِ اْلأَنَامِ ، تَدْخُلُوْا جَنَّةَ رَبِّكُمْ بِالسَّـلاَمِ ، فَقَدْ قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشًّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ، وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Para sederek Kaum Muslimin ingkang minulya,

Manggo tansah samiya netepi taqwa lan ta’at dateng ngarsa Dalem Allah kanti berusaha supados ibadah kito soyo meningkat, sedoyo perintahipun Allah kanthi sekuat tenaga sageto kito lampahi serto ambudi daya amrih sedaya awisanipun saget kitho tilar, minongko dados tekad soho sarono kitho sedoyo angrungkebi Iman lan Islam ing saklebetipun gesang punika, ing pangangkah kitho sedoyo kalebet kawulo-kawulo nipun Allah ingkang tansah tumidak sahe soho pinaringan khusnul khatimah.

Kados dawuhipun Allah :

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“He wong wong kang pada iman, pada wediyo siro kabeh ing Gusti Allah kelawan sak nyatane wedi ing Gusti Allah, lan ojo mati temenan siro kabeh kejobo siro kabeh dadi wong Islam” .(QS. Ali Imran 102).

Para sederek Kaum Muslimin ingkang minulya,

Mboten dangu malih kitho sampun bade lumebet ing wulan suci Ramadhan, sak mestinipun kitho cawis cawis kangge ngadepi kewajiban kitho nindakaken shiyam wonten wulan ramadhan. Sikap mental lan manah kitho kedah dipun siapaken, jalaran mboten sekedik umat Islam ingkang nampi kewajiban siyam Ramadhan punika kanti kepekso. Pramila mangga kitho adepi wulan suci lan kewajiban punika kanti manah bingah saha ridla, remen nindakaken kewajiban saking ngarsanipun Allah. Sebab bingah kemawon sampun ageng faedahipun, Kanjeng Nabi sampun dawuh :

مَـنْ فـَرِحَ بــِدُخُوْلِ رمضانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلىَ النِّيْرانِ

“Sing sopo wonge bungah sebab tekane wulan Ramadlan, mangka Allah ngaramake jasade wong kui sangka siksa neraka”

Para sederek Kaum Muslimin ingkang Minulya,

Kanjeng Nabi Muhammad SAW, wonten akhir bulan sya’ban, biasanipun ndawuh aken:

يـا أَيـُّهـَا الـنَّـاسُ قَــدْ أَظَـلَّــكُـمْ شَــهْـرٌ عَـظِــيْـمٌ مُـبــارَكٌ ، شَــهْـرٌ فِــيْـهِ لـَـيْـلَـةُ الْــقَــدْرِ خَـيْـرٌ مِـنْ ألــفِ شَــهْـرٍ ، جَـعَـلَ اللـهُ صِـيـَـامَـه فَـرِيـْـضَـةً ، وقـيــامَ لَـيْـلِـهِ تـَطَـوُّعـًا . مَـنْ تَـقَــرَّبَ فـيـه بـِخَـصْـلَـةٍ مِـنْ خِـصـَـالِ الْـخـَيْر كَانَ كَـمَـنْ أَدَّى فـَريــضَـةً فِـيـمـا سِـوَاهُ . ومَـنْ أَدَّى فـَريــضَـةً كَان كَـمَـنْ أَدَّى سَـبْعِـيْـنَ فَـرِيـْـضَـةً فـيـمـا سـواه ، هُـوَ شَــهْـرُ الـصَّــبْـرِ ، و الـصَّــبْـرُ ثـَواَبـُه الـجَـنّة ، وَشَـهْــرٌ الـمُـواسـاةِ وشـهــرٌ يـُــزَادُ فـيـه الـرِّزْقُ

“He poro manungso, temenan bakal tumeko sawijining wulan kang agung, kang dibarokahi, kang mayungi marang siro kabeh, yoiku wulan Ramadhan, ing wulan Ramadhan kuwi ana sawijining wengi kan diarani Lailatul Qadar, kang kautamane ngungkuli sewu wulan, Allah wis majibake poso ing sasi kuwi, lan disunatake shalat wengi ing sasi kuwi, sing sopo wonge taqarrub ngibadah amrih caket marang Allah, ana ing sak sejerone wulan mau, kelawan ngamal ngamal ibadah sunnah mangko koyo nindakake ibadah fardlu ing sak jerone sasi liyane, Lan sing sopo wongwe ngibadah fardlu siji ing wulan Ramadhan, mangka koyo koyo ngibadah pitung puluh fardlu ing sasi liyane . Lan sasi Ramadhan iku sasi sabar, dene sabar iku ganjarane swargo, Ramadhan iku sasi kang kanggo asih asihan, Lan sasi Ramadhan iki mangsane ditambahi peparinge rizki”

(HR.Ibnu Khuzaimah, lan Baihaqi).

Saget dipun simpulaken, saking welasipun dateng kitho, wonten wulan Ramadhan Gusti Allah paring obral ganjaran. Ibadah Sunah dipun tikel-tikelaken ganjaripun kados ibadah fardhu. Ngelakoni ibadah fardhu ganjare ditikel-tikelaken ngantos ping pitungpuluh (70). Semanten agung kanugrahan peparingipun Allah ingkang kaparingaken ing sak lebetipun wulan Ramadlan, tentu eman sanget tumrap tiyang mukmin menawi ngantos mboten nampi lan nanggapi kanugerahan ageng paringipun Allah menika.

Para sederek Kaum Muslimin ingkang Minulya

Gegayutan kalihan persiapan kitho sedoyo kagem menyambut bulan ingkang mulyo meniko, Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani wonten kitab al-Ghuniyah ndawuhaken, supados kitho ngatah-ngatahkan istighfar, taubat, nyuwun pangapunteng dateng Allah SWT. Imam al-Ghazali wonten kitab Minhajul Abidin, ndawuhaken, bilih diantara fungsi taubat meniko wonten kalih. Sepisan; Supoyo diparingi enteng/akas nindakaken ibadah. Langkung-langkung wonten ing wulan ramadhan, kitho sedoyo tansah kepengin saget enteng, akas, soho rikat anggen ibadah kranten agengipun fadhilah wulan ramadhan meniko. Kapindo, faedahe taubat, nyuwun pangapunten dateng Allah lan ugi nyuwun pangapuro karo sepodo-podo, supoyo ibadahe dewe ora muspro alias kersane ibadah kitho dipun tampi deneng Allah SWT. Imam al-Ghazali paring gambaran mekaten, wong ngibadah nanging ora gelem tauabat, podo karo nyuguh daharan/minuman dateng dayoh/tamu, terus daharan/minuman meniko ketetesan kringet utowo kotoran sanesipun. Menopo tamu meniko purun dahar utawi ngunjuk daharan/minuman ingkang ketetesan kringet utawi kotoran kalowau? Tamtu kemawon, mboten. Semanten ugi, menawi kitho ibadah langkung-langkung wonten saklebetipun wulan ramadhon, menawi mboten dipun rumiyini kalian taubat, tangeh lamun menawi dipun tampi deneng Allah SWT.

Para sederek Kaum Muslimin ingkang Minulya,

Mugi mugi Allah maringono pitulung lan pitedah dateng kitho sedaya, saget tumandang nindakaken jejibahan shiyam kanti enteng lan maqbul ing ngarsanipun Allah Ta’ala.

بارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّا كُمْ بِااْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ ، إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ ، قَالَ تَعَالَى وَهُوَ أَصْدَقُ اْلقائِلِيْنَ ، أَعُـوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ، بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ، مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ، وَقُلْ رَبِّ اْغفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّحِمِيْنَ

Khuthbah Kedua

اَلْحَمْدُ ِللهِ,، اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي خَلَقَ اْلأَشْيَآءَ ، أَحْمَـدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى حَمْدَ مَنْ عُفِيَ مِنَ الْبَلاَءِ ، أَشْهَدُ أَنْ لآ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لآ شَـرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِيْ قَائِلَهَـا يَوْمَ الْجَـزَاءِ ، وَأَشْـهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَتْقَى اْلأَتْقِيآءِ ، أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الرُّسُلِ وَاْلأَنْبِيآءِ ، وَعَلَى آلِهِ الْكَرَمآءِ ، وَأَصْحَابِهِ اْلأَصْفِيآءِ ، وَمَنْ تُبِعَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ اللِّقَاءِ ، أَمَّا بَعْدُ . فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَأَشْـكُرُهُ عَلَى تَوَالِي النَّعَمآءِ

وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَمَرَكُمْ أَمْرًا عَمِيْمًا ، فَقَالَ جَلَّ جَلاَلُهُ : إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ ، يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ ، وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعَوَاتِ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَتَنَا وَأُمَّتَنَا ، وَقُضَاتَنَا وَعُلَمَاءَنَا وَفُقَهَاءَنَا ، وَمَشَايِخَنَا صَلاَحًا تَامًّا عَامًّا ، وَاجْعَلْنَا هُدَاةَ مُهْتَدِيْنَ.

اَللَّهُمَّ اْنصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ، أَللَّهُمَّ أَهْلِكْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ،وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ ، وَفُكَّ أَسْرَ الْمَأْسُوْرِيْنَ ، وَفَرِّجْ عَنِ الْمَكْرُوْبِيْنَ ، وَاقْـضِ الدَّيْنَ عَلَى الْمَدْيُوْنِيـْنَ ، وَاكْتُبِ اللَّهُمَّ السَّلاَمَةَ عَلَيْنَا ، وَعَلَى الْغُزَّاةِ وَالْمُجَاهِدِيْنَ وَالْمُسَافِرِيْنَ ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.

اَللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ ، وَالْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ ، وَاْلفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَة ، وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً ، وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بالإِيـْمَانِ ، وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْم

عِبَادَ اللهِ ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِذِى اْلقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Dr. H. Luthfi Hadi A, M.Ag
Sekretaris PCNU Ponorogo

Contoh Teks Khutbah jumat bulan ramadhan corona/covid19

Contoh Teks Khutbah jumat bulan ramadhan corona

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا شَبِيْهَ وَلَا مِثْلَ وَلَا نِدَّ لَهُ، وَلَا حَدَّ وَلَا جُثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا وَعَظِيْمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَّالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ (ءال عمران: ١٩١)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Hadirin yang dirahmati Allah, Bulan Rajab sudah berlalu meninggalkan kita. Saat ini kita telah berada di bulan Sya’ban, gerbang menuju sebuah madrasah tempat bagi kita semua untuk menempa diri, yaitu bulan Suci Ramadhan.

Madrasah Ramadhan kian dekat dengan kita, tapi musibah demi musibah belum juga beranjak dari kita. Semakin hari semakin banyak orang yang terinfeksi virus corona. Dari waktu ke waktu semakin banyak orang yang meninggal karena terpapar virus ini.

Sebelum kita sampai pada madrasah Ramadhan, marilah kita menjadikan musibah mewabahnya virus corona ini sebagai pelajaran bagi kita semua. Kita yakin bahwa dalam setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Setiap kejadian pasti ada maknanya. Setiap musibah pasti ada pelajaran yang bisa dipetik darinya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا (ءال عمران: ١٩١)

Maknanya: “Ya Tuhan kami, kami bersaksi bahwa tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia (melainkan mempunyai hikmah dan tujuan di balik ciptaan itu semua)” (QS Al ‘Imran: 191).
Pada kesempatan khutbah yang singkat ini, khatib akan menyampaikan khutbah dengan tema “menangkap makna di balik merebaknya virus corona”. Hadirin rahimakumullah,

Sebagaimana diberitakan bahwa virus corona ini bisa menyerang siapa pun. Tua, muda, kaya, miskin, laki-laki, perempuan, muslim, non muslim, orang yang shalat, orang yang tidak shalat.

Siapa pun tanpa terkecuali. Hal ini mengingatkan kita akan apa yang ditanyakan Zainab binti Jahsy radliyallahu ‘anhu kepada Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ Maknanya: “Apakah kita akan binasa, padahal di antara kita masih ada orang-orang yang shalih?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ

Maknanya: “Iya, jika dosa dan maksiat sudah banyak dilakukan” (HR Muslim). Melalui wabah virus corona, kita diingatkan bahwa dosa, maksiat, dan kemungkaran telah mewabah di lingkungan kita, di masyarakat kita. Melalui virus ini, kita juga ditegur bahwa banyak di antara kita yang acuh tak acuh terhadap kemungkaran yang menjalar di tengah-tengah kita.

Kemungkaran, dosa dan maksiat itulah yang mengundang azab Allah kepada kita semua. Kita diingatkan untuk lebih giat lagi dalam beramar makruf dan bernahi mungkar. Tentu amar makruf kita harus dilandasi ilmu sehingga kita dapat beramar makruf dengan cara yang makruf, dengan cara yang baik, dan bernahi mungkar dengan cara yang tidak mungkar.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Melalui virus corona, kita juga diingatkan untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah dengan ibadah, dzikir dan lain sebagainya. Ibadah akan menenteramkan jiwa dan menenangkan hati. Ketenteraman dan ketenangan hati inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat daya tahan tubuh kita semakin kuat dan sistem imun dalam tubuh kita bekerja dengan baik.

Seseorang yang daya tahan tubuhnya kuat, meskipun terinveksi virus corona—kata para ahli—maka ia bisa sembuh dengan sendirinya tanpa harus dirawat di rumah sakit. Kita diingatkan untuk memperbanyak istighfar dan bertobat dari semua dosa yang pernah kita lakukan. Karena musibah yang menimpa banyak orang seperti merebaknya virus corona ini, yang shalih dan yang fasiq kena, tiada lain dikarenakan banyaknya kemaksiatan yang menyebar di tengah-tengah masyarakat kita.

Hadirin yang dirahmati Allah, Melalui virus corona, kita juga diingatkan bahwa segala sesuatu tidak terlepas dari takdir Allah. Virus ini dengan cepat telah menyebar ke 198 negara di dunia dan menginfeksi lebih dari 600.000 orang. Angka ini bisa saja terus bertambah dari hari ke hari. Segala ikhtiar sudah dilakukan.

Semua usaha telah dikerahkan. Seluruh upaya, baik lahir maupun batin, sudah dikerjakan semaksimal dan seoptimal mungkin. Namun sampai detik ini tiada siapa pun yang dapat menghentikan penyebaran virus corona. Hal ini membuktikan bahwa apa pun yang diupayakan manusia, jika tidak dikehendaki dan ditakdirkan Allah, pasti tidak akan terjadi. Karena apa pun yang dikehendaki dan ditakdirkan Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki dan ditakdirkan Allah pasti tidak akan terjadi.

Akan tetapi keyakinan dan keimanan kita kepada takdir tidak boleh menghentikan ikhtiar kita. Berikhtiar tidaklah menggoyahkan keimanan kita kepada takdir. Karena kita tidak mengetahui apa yang Allah takdirkan pada diri kita kecuali setelah terjadinya. Sebelum sesuatu terjadi, maka tugas kita sebagai manusia adalah melakukan sebab dengan harapan kita akan menghasilkan akibat.

Jika kita sudah melakukan sebab tetapi pada akhirnya tidak terjadi akibat, maka pada saat itulah kita baru mengetahui bahwa Allah tidak menakdirkan apa yang kita inginkan dan upayakan. Tugas kita selanjutnya apa?.

Terus berikhtiar dan berusaha, siapa tahu di waktu yang akan datang Allah mewujudkan dan menakdirkan apa yang kita inginkan. Oleh karena itulah, pada waktu diberitahu bahwa di Syam ada wabah penyakit, Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anhu yang sudah di tengah perjalanan menuju Syam lantas memutuskan untuk kembali ke Madinah. Saat ditanya: أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللهِ؟ Maknanya: “Apakah kita hendak lari menghindari takdir Allah?” Sayyidina Umar menjawab: نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللهِ إِلَى قَدَرِ اللهِ Maknanya: “Benar, kita menghindari suatu takdir Allah dan menuju takdir Allah yang lain” (HR al-Bukhari).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Melalui virus corona, kita diingatkan untuk tawakal kepada Allah. Tawakal adalah menyerahkan hasil akhir ikhtiar kita kepada Allah. Karena kita hanya bisa berusaha, tapi Allah-lah yang menentukan segalanya.


Melakukan tindakan-tindakan pencegahan supaya kita terhindar dari virus corona tidaklah bertentangan dengan tawakal kepada Allah. Tawakal dilakukan setelah ikhtiar yang maksimal dari kita. Dalam Shahih Ibnu Hibban diceritakan bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Apakah aku melepas (tidak mengikat) untaku dan bertawakal kepada Allah?.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ikatlah dan bertawakkal-lah kepada Allah” (HR Ibnu Hibban). Hadirin, Virus corona dapat menginveksi siapa pun, apa pun profesi dan status sosialnya. Tua, muda, kaya, miskin, pejabat, rakyat jelata bisa terpapar virus ini. Virus corona telah merenggut lebih dari 23.000 jiwa di seluruh dunia. Hal ini mengingatkan kita akan kematian.

Siapa pun dia, di mana pun dia tinggal, apa pun profesi dan jabatannya, pastilah akan meninggalkan dunia yang fana’ ini. Kematian tidak bisa dimajukan atau dimundurkan barang sesaat pun. Melalui virus corona kita juga diingatkan akan kelemahan kita sebagai makhluk Allah. Sebagai makhluk yang lemah yang memiliki banyak keterbatasan, tidak selayaknya kita menyombongkan diri.

Hanya oleh makhluk yang sangat kecil saja, banyak orang dibuat tak berdaya, jatuh sakit dan bahkan meninggal dunia. Hanya Allah yang Mahakuasa dan tidak terkalahkan. Sedangkan kita adalah makhluk-makhluk lemah yang senantiasa membutuhkan Allah dalam setiap tarikan nafas kita. Hadirin yang dirahmati Allah, Melalui virus corona kita juga diingatkan bahwa pengetahuan manusia tidaklah mampu menjangkau segala sesuatu.

Pengetahuan manusia ada batasnya dan tidak sempurna. Allah-lah Sang Pemilik semua ilmu. Allah-lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Obat penawar atau vaksin untuk virus corona sampai detik ini belum ditemukan. Beberapa penyakit yang lain. Seperti aids juga sampai saat ini belum ditemukan obatnya.

Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: إِنَّ اللهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً – أَوْ لَمْ يَخْلُقْ دَاءً – إِلَّا أَنْزَلَ – أَوْ خَلَقَ – لَهُ دَوَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ، وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ إِلَّا السَّامَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا السَّامُ؟ قَالَ: المَوْتُ Maknanya: “Sesungguhnya Allah tidaklah menciptakan penyakit kecuali Ia pasti menciptakan obat untuknya, kecuali kematian” (HR al-Hakim dalam al-Mustadrak).

Hadirin yang dirahmati Allah, Virus corona mengingatkan kepada kita untuk selalu menjaga kesucian dan kebersihan. Penelitian membuktikan bahwa menjaga kebersihan adalah salah satu tindakan preventif yang efektif untuk menangkal berbagai virus, kuman dan bakteri yang membahayakan tubuh kita. Islam menganjurkan kita untuk hidup bersih dan suci melalui wudlu yang wajib maupun wudlu sunnah, mandi wajib dan sunnah, menyucikan benda yang terkena najis dan lain sebagainya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِنَّ اللهَ نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ (رواه الترمذي) Maknanya: “Sesungguhnya Allah Mahasuci dari segala kekurangan, dan mencintai kebersihan (badan dan pakaian)” (HR at-Tirmidzi)

Saudaraku seiman, Virus corona juga mengingatkan kita akan arti penting sabar dan syukur. Bersyukur apabila kita dihindarkan dari segala macam musibah dan bersabar pada saat kita ditimpa musibah. Syukur dan sabar adalah senjata bagi seorang mukmin dalam mengarungi kehidupan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ (رواه مسلم)

Maknanya: “Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin, sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik baginya, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang mukmin. Jika diberi sesuatu yang menggembirakan, ia bersyukur, maka hal itu merupakan kebaikan baginya, dan apabila ia ditimpa suatu musibah ia bersabar, maka hal itu juga baik baginya” (HR Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: وَمَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِيَ عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ لَيْسَ عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ (رواه أحمدُ وغيرُه) Maknanya: “Bala’ akan terus menimpa seorang hamba sehingga ia berjalan di atas muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai dosa sama sekali” (HR Ahmad dan lainnya).

Bala’ dan musibah, termasuk terpapar virus corona, yang menimpa seorang mukmin jika dihadapi dengan penuh kesabaran, maka dosanya akan dihapus dan diangkat derajatnya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Virus corona juga mengingatkan kita akan pentingnya belajar ilmu, terutama ilmu agama.

Karena orang yang tidak berilmu, maka ia tidak akan bisa menyikapi musibah dengan benar sesuai tuntunan Islam. Tanpa ilmu, kita tidak akan bisa menjaga kesucian dan kebersihan sebagaimana mestinya. Tanpa ilmu, kita tidak akan bisa bertawakal dengan benar. Tanpa ilmu, kita tidak akan bisa memetik hikmah, makna dan pelajaran dari setiap kejadian.

Hadirin yang dirahmati Allah, Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ، وَعَلٰى إِخْوَانِهِ النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الْأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِيْنَ، أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَعَنِ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ فَاتَّقُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Biro Peribadatan & Hukum Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Mojokerto

Bagikan

Also Read