Petani Wilayah Jati, Blora, Keluhkan Harga Jagung Yang Terus Merosot

Sukisno

Petani Wilayah Jati, Blora, Keluhkan Harga Jagung Yang Terus Merosot
Bagikan

BLORA (Rakyat Independen)- Panen jagung tak membuat para petani Blora tersenyum. Pasalnya, harga jagung saat musim panen cenderung terus turun hingga tak menguntungkan petani. Hal itu, seperti yang terjadi di Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, harga jagung anjlog.

Wilayah Kecamatan Jati merupakan salah satu kecamatan yang menjadi lumbung jagung di Kabupaten Blora. Saat panen jagung bukan bikin petani gemuyu akan tetapi mereka merasa “tiada berdaya” dengan terus merosotnya harga jagung di pasaran. Gara-gara anjlognya harga itu, membuat petani enggan menjual hasil panennya sehingga stok jagung di wilayah tersebut, masih cukup melimpah.

Suyoto salah satu petani yang berasal dari Jati mengaku karena stok jagung yang melimpah sehingga mempengarui harga jagung yang hendak dijual ke tengkulak itu. Dia mengungkapkan harga jual jagung dari petani Rp 2.200 perkilogram.

“Uang yang kita dapatkan sekitar Rp 4 juta. Dari lahan seluas setengah hektar, Padahal modal untuk menggarap tanah seluar setengah hektar itu sekitar Rp 2,5 juta. jumlah itu belum dihitung biaya tenaga kerja,” terangnya

Para petani jagung berharap, saat panen selanjutnya harga jagung bisa stabil dan bersahabat dengan kantong petani sehingga para petani tidak merugi.

“ Kalau bisa harga ya stabil baik saat panen raya maupun tak panen raya sehingga nantinya para petani tidak merugi saat panen raya tiba, ” katanya berharap.

Sementara itu, Bupati Blora Djoko Nugroho telah meninjau lokasi sentra petani jagung di Kecamatan Jati. Dia turut prihatin dengan harga jagung yang tidak bersahabat dengan petani yang selalu terjadi di saat petani lagi panen itu.

Menurutnya, anjloknya harga jagung ini karena petani tidak memiliki nilai tawar di depan para tengkulak. Sehingga, dengan melimpahnya harga jagung ini menjadi kesempatan para tengkulak untuk mencari untung. Dengan cara, mempermainkan harga.

‘’Dinas terkait harus punya cara agar jagung tidak dijual murah, jangan sampai harganya seperti ini,” terang bupati yang terpilih kedua kalinya pada pilkada Desember 2015 itu.

Selain itu, murahnya harga jagung juga disebabkan karena jarak tempuh yang terlalu jauh. Desa di Kecamatan Jati itu berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Daerahya cukup terpencil di tengah hutan, sehingga tidak memungkinkan para petani itu untuk menjual hasil panennya keluar desa.

‘’Mereka mengandalkan para tengkulak yang datang langsung ke rumah-rumah ataupun datang langsung ke lahan pertanian milik warga. Maka dapat dipastikan jagung dijual murah karena kondisinya masih basah alias belum dikeringkan,’’ Imbuhnya.

Kokok, sapaan akrab Bupati Blora Djoko Nugroho, meminta agar jagung dijual setelah dikeringkan agar harga jualnya lebih tinggi. Selain menanam jagung, petani bisa memanfaatkan lahan sebaik-baiknya, dengan menanam tanaman buah-buahan di pekarangan rumah maupun di kebun-kebun, seperti jeruk pamelo, jambu, mangga, Kelengkeng dan tanaman produktif lainnya. **(Priyo).

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar