Reforma Agraria Refleksi Tanggung Jawab Moral Oleh: Frida Fanani Rohma

Sukisno

Bagikan

Pemerintah saat ini gencar untuk mengurus masalah ketimpangan ekonomi dan kemiskinan dengan berbagai program pro rakyat. Reforma agraria merupakan salah satu program pro rakyat yang dinilai mampu mengurangi masalah ketimpangan ekonomi dan kemiskinan. Reforma agraria telah ada sejak era Presiden Soekarno dengan kebijakan pro-reforma agraria dan mulai bergema kembali pada beberapa tahun terakhir ini karena munculnya konflik dan ketimpangan ekonomi.

Dari tahun 2004-2015 terjadi konflik agraria tidak kurang dari 1.772 kasus konflik yang melibatkan 1,1 juta rakyat dan kurang lebih 6,9 juta hektar luas area menjadi pokok konflik (Presidenri.go.id, 29/08/16). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Maret 2016 Rasio Gini (Indeks Gini) sebesar 0,397 angka tersebut hampir mendekati 0.4, Kesenjangan dikatakan buruk apabila melebihi angka 0,4, hal ini mengindikasikan perlunya perhatian khusus dari pemerintah untuk mengatasi masalah kesenjangan. Adanya konflik dan berbagai indikator lain yang menunjukkan ketimpangan ekonomi dan kemiskinan menjadi faktor pendorong perlunya reforma agraria.

Upaya menghadapi ketimpangan sosial dengan reforma agraria juga mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo yang menegaskan pada rapat terbatas 28 Maret 2016 untuk melaksanakan upaya percepatan implementasi reforma agraria, sebagai alternatif untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi terutama di pedesaan. Pemerintah saat ini melaksanakan upaya dari reforma agraria yang salah satunya dengan redistribusi lahan 9 juta hektar yang juga telah memiliki dasar hukum yang kuat, dengan sasaran utamanya penduduk miskin di perdesaan.

Keadilan
Reforma agraria penting dilakukan untuk mengurangi kemiskinan, konflik dan ketimpangan ekonomi. Bachriadi (2007) mengungkapkan bahwa kesuksesan reforma agraria pada beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Cina, Korea Selatan, Mesir dikarenakan menempatkan reforma agraria sebagai dasar bagi pembangunan ekonomi secara nasional yang kemudian menjadikannya basis penting bagi pertumbuhan industri nasional yang kuat. Berdasarakan hal tersebut mungkin akan tersirat dibenak kita, apakah melakukan reforma agraria sebatas upaya untuk mengentas kemiskinan dan ketimpangan dalam bentuk program kerja atau merupakan kewajiban yang “harus” lakukan? Mari kita mulai membahas dari sudut pandang John Rawls.

Menurut John Rawls melalui karyanya a theory of justice salah satu unsur dari suatu keadilan yaitu kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan kehidupan sosial maupun kesetaraan dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam “social goods”. Pelaksanaan reforma agraria memiliki tujuan utama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan ekonomi, memperbaiki akses pada sumberdaya ekonomi (tanah) merupakan suatu bentuk prinsip keadilan dan social goods.

Hak rakyat, tanggung jawab pemerintah
Harian Kompas (28/01/16) dengan tajuk “Pemodal Kuasai Lahan Desa”, menunjukkan kasus di Kabupaten Padeglang, Serang dan Lebak. Diperkirakan pemodal menguasai lahan desa mencapai ribuan hektar dan tidak memberikan nilai tambah ekonomi justru menimbulkan keterpurukan pada kemiskinan, (Kompas, 28/01/16).

Kondisi tersebut menunjukkan dibutuhkannya peran serta pemerintah karena merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya. Dalam prinsip etika, setiap orang memiliki hak positif ‘positive rights’ yang menekan kewajiban negara untuk menyediakan hak yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan memberikan jaminan atas hak tersebut, termasuk hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Hal tersebut menegaskan bahwa reforma agragria merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai upaya untuk mendorong kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Mengingat sebagain besar mata pencaharian masyarakat Indonesia adalah petani, semangat reforma agraria seharusnya dapat menjadi angin segar bagi masyarakat khususnya petani dipedesaan untuk mendorong ekonomi masyarakat. Reforma agraria yang dilaksanakan pemerintah dapat menjadi secercah harapan bagi buruh tani dan petani kecil yang tidak memiliki lahan, akses tanah dan sumber daya produktif lainnya.

Oleh karena itu, pelaksanaan reforma agraria merupakan bentuk pemenuhan hak rakyat yang merupakan tanggung jawab bagi pemerintah. Dalam pembagian lahan seyogyanya pemerintah juga perlu memperhatikan tingkat produktivitas lahan, sehingga masyarakat dapat secara lngsung memanfaatkannya tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya untuk penggemburan tanah. Dengan demikian, harapan akan memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial akan terwujud melalui reforma agrarian pro rakyat yang sesuai UUPA 1960 serta mampu mengurangi angka pengangguran.

Penulis adalah:
Mahasiswa Magister Sains Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

Bagikan

Also Read

Tinggalkan komentar