Balas Dendam, Senator As Minta Biden Serang Iran Pasca Tamat Hidup 3 Serdadu As Dalam Serangan Drone

SERAMBINEWS.COM – Beberapa senator AS, yang menyampaikan mereka tidak menghendaki perang, menyerukan serangan pribadi terhadap Iran sehabis serangan yang diklaim oleh golongan yang disokong Iran di Irak menewaskan tiga serdadu AS di perbatasan Suriah-Yordania.

“Targetkan Teheran,” tulis John Cornyn dari Texas di seumpama dikutip oulet isu Al Jazeera dari X, Senin (29/1/2024).

Dia kemudian mengklarifikasi bahwa yang beliau maksud yakni serangan terhadap Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), dan ini yakni “tentang pencegahan, bukan perang”.

Lindsey Graham dari Carolina Selatan meminta Presiden Biden untuk “menyerang target penting di Iran” – juga untuk tujuan “pencegahan”.

Tom Cotton dari Arkansas menyampaikan beliau ingin menyaksikan “pembalasan militer yang dahsyat terhadap pasukan teroris Iran, baik di Iran maupun di Timur Tengah”.

Roger Wicker dari Mississippi juga menyerukan menyerang secara pribadi sasaran-sasaran Iran dan kepemimpinannya.

Sementara Chuck Grassley dari Iowa menyampaikan di X: “Akankah Presiden Biden pada risikonya mengambil langkah-langkah tegas terhadap Iran?”

Beberapa anggota tubuh legislatif AS pada hari Minggu meminta pemerintahan Biden untuk mengambil langkah-langkah terhadap Iran sehabis serangan pesawat tak berawak yang dituduhkan dijalankan oleh militan yang disokong Iran di suatu pangkalan di Yordania menewaskan tiga serdadu AS dan melukai puluhan lainnya.

Ini yakni pertama kalinya personel militer Amerika terbunuh oleh tembakan musuh di Timur Tengah sejak dimulainya perang Israel-Hamas, dan musibah tersebut akan makin mengembangkan ketegangan di kawasan tersebut dan menyebabkan panik akan pertentangan yang lebih luas yang melibatkan Iran secara langsung.

Baca juga: Tiga Tentara AS Tewas dan Puluhan Terluka dalam Serangan Drone di Yordania

Sebagai tanggapan, beberapa anggota tubuh legislatif AS meminta Presiden Joe Biden untuk merespons dengan menyerang Iran.

“Satu-satunya jawaban terhadap serangan-serangan ini yakni pembalasan militer yang dahsyat terhadap pasukan teroris Iran, baik di Iran maupun di Timur Tengah,” kata Senator Partai Republik Tom Cotton dikutip dari Reuters.

Senator Partai Republik Lindsey Graham berkata: “Satu-satunya hal yang dipahami rezim Iran yakni kekerasan. Sampai mereka mengeluarkan duit harga dengan infrastruktur dan personel mereka, serangan terhadap pasukan AS akan terus berlanjut.”

“Pukul Iran sekarang. Pukul mereka dengan keras,” tambah Graham, yang ialah kritikus vokal terhadap pendekatan pemerintahan Biden terhadap Iran.

Senator Demokrat Jacky Rosen menyampaikan Teheran “harus bertanggung jawab.”

Sementara itu, Senator Partai Republik Rick Scott menghubungkan musibah tersebut dengan apa yang beliau anggap selaku melemahnya kekuatan AS di bawah kepemimpinan Biden, dengan mengatakan: “Iran secara terang-terangan mempertanyakan kekuatan dan tekad AS berkat perilaku Biden yang menenangkan negara sponsor terorisme paling besar di dunia ini. Itu mesti diakhiri.”

Senator Republik Dan Sullivan menyampaikan “proksi teroris Iran sudah melalui garis merah dengan dilaporkannya pembunuhan tiga anggota militer AS yang pemberani dan melukai puluhan lainnya.”

Kronologi tiga serdadu AS tewas

Tiga serdadu AS tewas dan minimal 34 orang terluka dalam serangan pesawat tak berawak militan pada Minggu di Yordania, kata para pejabat, menandai aksi militer mematikan pertama terhadap anggota militer Amerika sejak perang di Gaza menyebabkan kenaikan tajam kekerasan di seluruh Timur Tengah.

Presiden Biden menyalahkan serangan tersebut terhadap kelompok-kelompok yang disokong oleh Iran, dan musibah tersebut membuat pertanyaan pribadi perihal kapan, di mana, dan seberapa memiliki pengaruh respon Amerika Serikat.

Dalam suatu pernyataan, beliau menyampaikan Amerika Serikat akan “meminta pertanggungjawaban mereka pada waktu dan cara yang kita pilih.”

Ketika jumlah serangan terhadap personel Amerika yang dikerahkan meningkat menjadi lebih dari 160 sejak bulan Oktober, Pentagon sudah melaksanakan serangan jawaban pilih-pilih terhadap proksi Iran di Irak, Suriah dan Yaman.

Namun banyak pihak di Washington yang frustrasi alasannya yakni langkah-langkah tersebut gagal membatasi golongan yang melaksanakan kekerasan, dan para pengkritik presiden mempergunakan pertumbuhan ini untuk mengintensifkan permintaan mereka mudah-mudahan melaksanakan langkah-langkah jawaban yang lebih agresif.

Serangan hari Minggu menargetkan kepraktisan yang dipahami selaku Menara 22. Pangkalan tersebut, yang memuat sekitar 350 serdadu AS, terletak di timur bahari Yordania di sepanjang perbatasan negara tersebut dengan Suriah dan Irak.

Seorang pejabat pertahanan AS menyampaikan pesawat tak berawak satu arah itu memukul tempat tinggal pangkalan tersebut, mengakibatkan cedera mulai dari luka dan memar sampai trauma otak.

Belum terang dari negara mana serangan itu dilancarkan, kata pejabat tersebut, yang seumpama beberapa orang yang lain mengatakan tanpa menyebut nama untuk menggambarkan musibah tersebut.

Komandan militer sedang berupaya untuk mengenali pemberitahuan tersebut dan, yang terpenting, mengapa pertahanan udara AS gagal mencegat drone tersebut.

Beberapa personel yang terluka membutuhkan penyelamatan medis, kata pejabat itu.

Identitas mereka yang dibunuh tidak diungkapkan, menanti pemberitahuan dari keluarga.

Biden, dalam pernyataannya, menyebut mereka “patriot dalam arti tertinggi.”

Presiden Biden pada 28 Januari meminta penerima program di Carolina Selatan untuk mengheningkan cipta sehabis tiga serdadu AS tewas dalam serangan pesawat tak berawak di Yordania.

Pertumpahan darah pada hari Minggu menyinari upaya Yordania untuk mengambil kebijakan yang lemah alasannya yakni banyak orang di dunia Arab, yang murka atas serangan Israel di Gaza, menyalahkan Amerika Serikat atas sokongan tanpa syaratnya terhadap negara Yahudi tersebut walaupun banyak korban sipil dalam perang tersebut.

Kerajaan Saudi terus bekerjasama dengan Amerika Serikat dalam kontraterorisme sambil berupaya menyingkir dari kemarahan Iran dan negara-negara tetangga regional lainnya.

Pada hari Minggu, walaupun pemerintah AS sudah mengungkapkan lokasi terjadinya serangan, para pejabat Yordania mengklaim bahwa pangkalan AS yang lain di wilayah tersebut – yang terletak di segi perbatasan Suriah – yang menjadi sasaran.

Pejabat pertahanan tersebut menampilkan citra yang kurang jelas perihal operasi di Menara 22, dengan menyampaikan bahwa pasukan Amerika yang dikerahkan di sana sedang dalam misi menampilkan hikmah dan bantuan.

Perlawanan Islam di Irak, suatu golongan payung yang meliputi Kataib Hezbollah, Harakat Hezbollah al-Nujaba dan militan lain yang disokong Iran, mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, menurut seorang pejabat senior organisasi tersebut yang mengatakan terhadap The Washington Post dengan syarat: anonimitas sesuai dengan aturannya.

“Seperti yang kami katakan sebelumnya, jikalau AS terus mendukung Israel, maka akan terjadi eskalasi. Semua kepentingan AS di wilayah ini yakni target yang sah dan kami tidak acuh dengan bahaya AS untuk meresponsnya, kami tahu arah yang kami ambil dan kemartiran yakni kado kami,” kata pejabat Perlawanan Islam di Irak.

Kelompok ini ialah front milisi yang disokong Iran di Sana.

Pasukannya mulai menargetkan kepentingan AS pada tahun 2018, sehabis Presiden Donald Trump memukau AS dari perjanjian nuklir penting dengan Teheran.

Ada sekitar 2.500 serdadu AS yang dikerahkan di Irak dan 900 yang lain di Suriah.

Upaya-upaya tersebut difokuskan untuk menghambat kebangkitan kembali ISIS, jaringan teroris yang menggantikan sebagian besar wilayah di kedua negara sampai kampanye militer pimpinan AS merusak golongan tersebut.

Pekan lalu, di tengah ketegangan yang makin mendalam antara pemerintah AS dan Irak, Pentagon mengisyaratkan keterbukaannya untuk meminimalisir kehadiran militer Amerika di sana.

Gesekan antara kedua negara sudah memburuk dalam beberapa pekan terakhir, di saat pasukan AS melaksanakan perlawanan terhadap meningkatnya serangan proksi Iran.

Pada tanggal 4 Januari, pemerintahan Biden melancarkan serangan jawaban yang jarang terjadi terhadap pangkalan milik milisi di Baghdad tengah, yang menewaskan komandan golongan tersebut.

Para pejabat Amerika menyampaikan pada dikala itu bahwa serangan tersebut diperlukan sanggup berfungsi selaku pencegah permusuhan lebih lanjut terhadap pasukan Amerika.

Sebaliknya, serangan-serangan tersebut malah makin ambisius.

Kelompok garis keras Iran di Kongres mempergunakan serangan hari Minggu untuk memperkuat kritik mereka terhadap Biden dan manajemennya terhadap kekerasan terkait Gaza yang sudah menghasilkan sebagian besar Timur Tengah gelisah.

Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell (R-Ky.) memohon terhadap pemerintah untuk mengenakan “biaya yang sungguh melumpuhkan” pada Iran dan proksinya.

“Saatnya untuk mulai merespon aksi ini dengan serius,” kata McConnell, “adalah jauh sebelum orang-orang Amerika yang lebih berani kehilangan nyawa mereka.”

Senator Lindsey Graham (RS.C.) menyampaikan taktik presiden untuk menghambat eskalasi sudah “gagal total.”

Dia menyerukan serangan terhadap “sasaran penting di Iran” – suatu harapan yang dikhawatirkan oleh banyak pakar keselamatan nasional akan menyeret Amerika Serikat ke dalam perang yang dahsyat.

“Satu-satunya hal yang dipahami rezim Iran yakni kekerasan,” kata Graham. “Sampai mereka mengeluarkan duit harga dengan infrastruktur dan personel mereka, serangan terhadap pasukan AS akan terus berlanjut.”

Misi Iran untuk PBB tidak secepatnya merespon seruan komentar.

Sebanyak lima serdadu AS tewas sejak kekerasan di Timur Tengah meluas seiring invasi Israel ke Gaza.

Dua Navy SEAL hilang dalam kecelakaan permulaan bulan ini di saat mengerjakan misi untuk melarang komponen senjata Iran yang menuju Yaman, di mana militan terus menargetkan kapal komersial dan militer di lepas pantai Semenanjung Arab.

Ketika anggota SEAL berupaya menaiki bahtera yang dicurigai menenteng senjata terlarang, salah satu dari mereka terpeleset dan jatuh dari tangga dan yang yang lain melompat ke ombak yang memiliki pengaruh untuk membantu, kata para pejabat.

Mereka dinyatakan tewas beberapa hari kemudian sehabis misi penelusuran besar-besaran.(*)

Exit mobile version