Rahasia Medis Di Balik Perintah Menahan Marah Huruf Arab Dan Latin
Dalam sebuah hadits masyhur dengan derajat shahih riwayat Imam al-Bukhari, Imam at-Tirmidzi, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Baghawi Rahimahumullah dan lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama didatangi seorang laki-laki yang meminta wasiat.
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Jangan marah.” Beliau mengulangi wasiat agung itu ketika sang laki-laki bertanya ulang meminta wasiat tambahan.
Dalam riwayat yang lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama menambahkan dengan kalimat, “Jangan marah. Dan bagi kalian surga.” Disebutkan pula, jika seorang muslim mampu menahan marah sementara dia mampu (berkuasa) melampiaskannya, maka orang tersebut diberi wewenang untuk memilih bidadari di surga kelak.
Alangkah agungnya. Betapa mulianya amalan ini. Menahan marah memang perkara yang pelik. Apalagi marah untuk sesuatu yang tidak hak menjadi satu di Rakyatnesia sekian banyak proyek yang dilancarkan oleh setan terlaknat dan bala tentaranya.
Sebagaimana kita ketahui, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama mustahil memerintahkan sesuatu, kecuali di dalamnya terdapat hikmah yang agung. Sebaliknya, tidaklah sebuah perbuatan dilarang, melainkan ada bahaya besar di baliknya.
Kini, seiring berjalannya zaman, para peneliti di bidang kesehatan menemukan sebuah bukti empiris terkait keuntungan menahan marah dan bahaya yang akan didapati jika seseorang mudah melampiaskan kemarahannya untuk sesuatu yang tidak hak.
Hal ini sebagaimana disimpulkan dari sebuah riset yang dilakukan di Lowa State University. Penelitian ini melibatkan 1.307 laki-laki yang dipantau selama 40 tahun. Sebagai kesimpulan, didapatkan data, 25 persen orang yang mudah marah memiliki resiko kematian 1,57 kali lebih besar di banding mereka yang mampu menahan marah untuk sesuatu yang tidak hak.
Sebagai penjelasnya, ketika marah, tekanan darah seseorang akan naik beberapa kali lipat. Alhasil, resiko terkena serangan jantung pun semakin tinggi. Jika terjadi berulang kali, dampaknya akan membahayakan.
Belum lagi dampak bagi pihak yang dimarahi. Selain permusuhan, tindakan marah-marah kepada orang lain juga bisa memicu tindakan saling bunuh, dan fitnah lain yang lebih besar. Termasuk di dalamnya lahirnya kebencian di hati orang yang dimarahi tanpa alasan yang tepat atau lantaran hal-hal sepele terkait soalan duniawi.
Sebagai penutup, marah bisa hilang dengan dzikrullah dan aktivitas amal shalih lainnya. Prinsipnya, marah dianjurkan jika yang dilanggar adalah aturan Allah Ta’ala, tentu setelah upaya bijaksana ditempuh.
Semoga Allah Ta’ala melebutkan hati kita sehingga marah pada saat yang tepat saja. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/BersamaDakwah]