Berita

Israel Menutup Akses Jurnalis Asing, Alasan Keamanan Selama Agresi di Gaza

rakyatnesia.com – Mahkamah Agung Israel menolak permohonan organisasi media internasional untuk memberikan akses independen bagi jurnalis asing di Jalur Gaza yang saat ini masih berada dalam tekanan agresi pasukan Zionis.

Pengadilan menjustifikasi penolakan ini dengan alasan keamanan, mengklaim bahwa kehadiran jurnalis secara independen dapat “membahayakan” keberadaan tentara Israel di Gaza. Mereka menegaskan bahwa baik jurnalis asing maupun jurnalis Israel hanya diberikan akses terbatas ke Gaza dengan pengawalan militer Israel.

Dalam keputusan yang diumumkan pada Senin (8/1), Mahkamah Agung Israel menyatakan kekhawatiran bahwa kehadiran jurnalis dapat mengungkap rincian operasional perang dan lokasi pasukan, yang dapat “menempatkan mereka (tentara Israel) dalam bahaya nyata.”

Asosiasi Pers Asing (FPA) di Yerusalem yang mengajukan petisi tersebut sebagai perwakilan dari puluhan organisasi media internasional di Israel, mengaku kecewa dengan keputusan tersebut.

“Larangan Israel terhadap akses pers asing independen ke Gaza, selama 95 hari berturut-turut, belum pernah terjadi sebelumnya,” demikian pernyataan FPA, dikutip AFP.

FPA juga menyebut pengawalan militer yang dijanjikan oleh Israel, dibatasi hanya pada media asing tertentu dan “sangat dikontrol”.

“Kami yakin kekhawatiran Israel mengenai pemberitaan posisi pasukan, tidak dapat dicermati ketika jurnalis Palestina terus beroperasi di Gaza dan ketika penting bagi pers asing untuk mengakses wilayah Gaza di mana tidak ada pasukan,” kata FPA.

Komite Perlindungan Jurnalis yang berbasis di New York menyebut ada 79 jurnalis dan profesional media, sebagian besar warga Palestina, telah tewas sejak agresi dimulai tiga bulan lalu.

Akhir pekan lalu, jurnalis Al Jazeera yang berbasis di Qatar mengatakan serangan Israel kembali menewaskan dua jurnalis Palestina di Jalur Gaza.

Lebih dari 3 bulan agresi Israel ke Palestina pada 7 Oktober 2023, lebih dari 23 ribu orang di Gaza meninggal dunia. Lebih dari setengah dari jumlah korban tewas itu adalah perempuan dan anak-anak.