BOJONEGORO (Rakyat Independen)- Setelah dengan perundingan yang cukup alot, akhirnya kios desa yang diusulkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Desa Kedungadem, Kecamatan Keduangadem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur melalui usulan pokok-pokok pikiran masyarakat, akhirnya terealisasi dan telah berhasil diselesaikan pembangunannya.
Sebanyak 5 (lima) kios usulan warga Desa Kedungadem saat reses anggota DPRD Bojonegoro dari Fraksi PAN (Partai Amanat Nasional) Zaenuri, akhirnya dibangun di Lapangan Desa Kedungadem yang berada di Dusun Ngaglik desa setempat. Proyek yang dikerjakan oleh rekanan dengan usulan plafon anggaran sebesar Rp 200 juta itu, telah diselesaikan pembangunannya di akhir Desember 2016 lalu.
Kios yang awalnya direncanakan dibangun di lahan kosong asset desa yang berada di dusun Krapyak itu ditolak oleh warga setempat. Lantas proyek hendak dipindah ke Balai Pertemuan Umum (BPU) yang berada di depan Kapolsek Kedungadem, tapi kembali ditolak oleh masyarakat. Sehingga untuk mecari solusi penempatan pembangunan kios tersebut, akhirnya dilaksanakan rapat di Balai desa Keduangadem, Selasa (6/12/2016) yang difasilitasi oleh Camat Kedungadem Arwan.
Dalam pertemuan itu, telah disepakati, untuk pembangunan kios desa itu ditempatkan di Lapangan Kedungadem. Sehingga dengan keputusan tersebut, akhirnya 5 kios dibangun di Lapangan Kedungadem teaptnya di bagian depan sehingga sekaligus berfungsi sebagai pagar lapangan tersebut.
Camat Kedungadem Arwan saat dikonfirmasi tentang adanya penolakan lagi saat kios hendak dibangun di lapangan tersebut mengatakan, jika ada penolakan lagi dari masyarakat maka pihaknya melakukan koordinasi dengan Polsek Kedungadem. Pasalnya, jika sudah menjadi keputusan rapat, maka harus dilaksanakan dengan segala konsekwensinya.
“Dalam pertemuan di balai desa Kedungadem malam itu, khan sudah disepakati jika kios diperbolehkan untuk dibangun di Lapangan Kedungadem. Karena itu sudah jadi keputusan maka kita harus mengamanankannya. Jika ada yang mengingkarai kesepatan itu, urusannya dengan hukum. Kalau ada yang menolak dan membuat rusuh, itu maka itu bukan urusan kami akan tetapi menjadi urusan Polsek sebagai penegak hukum,” tegas pria yang sebelumnya menjabat Kepala satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bojonegoro itu, Senin (09/01/2017).
Sementara itu, anggota DPRD Bojonegoro Zaenuri yang tinggal di Desa Kedungadem itu kepada rakyatnesia.com menyebutkan, jika pembangunan kios itu merupakan pokok-pokok pikiran masyarakat yang diserap dalam reses DPRD Bojonegoro tahun 2016 lalu. Jadi, pembangunan kios itu, adalah pokok pikran masyarakat kemudian diusulkan pihak Pemdes Kedungadem ke DPRD Bojonegoro untuk diteruskan ke Pemkab Bojonegoro.
“Pembangunan 5 (lima) kios itu, usulan Pemdes Kedungadem, kemudian saya teruskan Ke Pak Soeyuti Wakil ketua DPRD Bojonegoro, hingga dialokasikan anggaran untuk 5 (lima) kios yang ditempatkan di wilayah Desa Kedungadem. Jika di 2 (dua) lokasi ditolak ya gak apa-apa karena itu merupakan hak masyarakat setempat. Alhamdulillah, akhirnya, ada kesepakatan sesuai dengan pertemuan di Balai Desa Kedungadem yang menyetujui, kalau pembangunan kios desa itu boleh ditempatkan di Lapangan Desa Kedungadem,” ungkap Zaenuri, Selasa (10/01/2017).
Masih menurut Politisi PAN tersebut, jika sudah disepakati untuk ditempatkan di Lapangan Kedungadem, seharusnya keputusan itu ditaati bersama. Jangan setelah terjadi kesepakatan, kemudian ada penolakan lagi. Baginya, jika masyarakat menolak, maka dana tersebut tak jadi diserap sehingga akan kembali lagi ke Kas Daerah (Kasda) Pemkab Bojonegoro atau kembali lagi ke Kas Negara.
“Saya sendiri tak berurusan dengan dana itu, karena proyek itu sudah ditangani oleh pemkab dan dikerjakan oleh rekanan atau kontraktor. Setelah proyek berhasil diselesaikan, maka akan diserahkan kepada pihak Pemerintah desa Kedungadem. Saya itu sifatnya, hanya mengupayakan agar pihak pemdes atau warga Kedungadem memperoleh bantuan dari Pemkab Bojonegoro melalui pokir. Setelah diserahkan ke pemdes, pengelolaanya akan dipegang oleh Paguyuban yang dibentuk oleh pihak Pemdes setempat,” tegasnya.
Ditambahkannya, untuk pengelolaan Pemdes membetuk sebuah paguyuban yang mengelola kios desa tersebut. Termasuk yang melelang kios atau menyewakan kios tersebut adalah paguyuban yang dibentuk oleh pihak pemdes tersebut. Termasuk tentang berapa biaya sewa per tahun dan pengelolaan hasilnya, semua berada di bawah kerja paguyuban yang bertanggung jawab pada Kepala desa Kedungadem.
“Tidak benar, jika saya akan menguasai kios itu atau minta kios secara gratis kepada pihak pemdes atau pihak paguyuban sebagai pengelolanya. Saya memberikan jaminan, bahwa saya sekeluarga atau orang terdekat saya, tak akan ambil kios itu,” ungkapnya.
Salah seorang warga Desa Kedungadem saat dimintai komentarnya terhadap keberadaan kios desa itu mengatakan, jika dirinya sangat senang jika Zaenuri dan keluarganya tak mengambil kios, seperti yang menjadi rasan-rasan warga Kedungadem.
“Ya syukurlah, jika Mas Jayin – panggilan akrab Anggota DPRD Bojonegoro Zaenuri – tak ambil jatah kios desa itu. Kalau bisa kios itu dilelang untuk warga Desa Kedungadem yang belum memiliki usaha dan mereka pengen buka usaha. Agar bisa mengangkat perekonomian perekonomian warga sini,” katanya sambil wanti-wanti agar namanya tak dipublikasikan. **(Kis/Puji).