Netanyahu: Perang di Gaza Akan Berlanjut Berbulan-bulan, Terima Kasih untuk Dukungan AS
rakyatnesia.com – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengungkapkan bahwa perang militernya di Gaza akan terus berlanjut hingga berbulan-bulan ke depan.
Pernyataan ini disampaikannya sambil menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS), termasuk persetujuan penjualan senjata darurat baru-baru ini, serta penggagalan resolusi Dewan Keamanan PBB terkait gencatan senjata.
Pernyataan Netanyahu ini bertentangan dengan seruan berkelanjutan untuk gencatan senjata internasional yang terus diupayakan, mengingat perang ini telah menyebabkan kematian warga sipil, kelaparan, dan pengungsian massal di Gaza.
Dalam pertempuran terbaru, pesawat-pesawat tempur Israel melakukan serangan terhadap kamp-kamp pengungsi di kota Nuseirat dan Bureij di pusat wilayah Gaza pada Sabtu (30/12). Secara bersamaan, pasukan darat Israel melakukan pengepungan lebih lanjut ke kota selatan Khan Younis.
Dikutip dari AP News, pada Sabtu (30/12), Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan lebih dari 21.600 warga Palestina telah terbunuh dalam serangan udara dan darat Israel sejak serangan 7 Oktober lalu.
Kementerian tersebut, yang tidak membedakan antara kematian warga sipil dan prajurit, mengatakan 165 warga Palestina tewas selama 24 jam terakhir. Mereka menyebut sekitar 70 persen di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Sebagai informasi, perang Gaza telah membuat sekitar 85 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi, dan membuat banyak orang mencari tempat berlindung di wilayah aman yang ditetapkan Israel, namun tetap dibom oleh militer. Warga Palestina merasa tidak ada tempat yang aman di Gaza.
Dikarenakan pasukan Israel memperluas serangan darat mereka pada pekan ini, puluhan ribu warga Palestina beralih ke kota Rafah yang sudah padat di ujung selatan Gaza. Ribuan tenda dan gubuk-gubuk darurat bermunculan di pinggiran Rafah, di samping gudang-gudang PBB.
Para pengungsi tiba di Rafah dengan berjalan kaki atau menumpang truk dan gerobak yang penuh dengan kasur. Mereka yang tidak mendapatkan tempat di tempat penampungan yang penuh sesak mendirikan tenda di pinggir jalan.
“Kami tidak punya air. Kami tidak punya cukup makanan,” kata Nour Daher, seorang wanita yang mengungsi, pada Sabtu (30/12).
“Anak-anak bangun di pagi hari ingin makan, ingin minum. Kami membutuhkan waktu satu jam untuk mencari air untuk mereka. Kami tidak bisa membawakan mereka roti. Bahkan ketika kami ingin membawa mereka ke toilet, kami butuh waktu satu jam untuk berjalan kaki,” tambahnya.